Pakaiannya sederhana, cukup kaos oblong dan celana jeans pendek. Lengkap dengan sepatu bots. Tetapi, dia tak memakai masker dan sarung tangan.
Seharian, dia bisa menghasilkan 50 kilogram sampah daur ulang berbagai macam mulai dari kardus, botol plastik dan besi. Sampah tersebut, dia kumpulkan dan akan dijual setiap seminggu sekali.
Setiap kilo sampah daur ulang yang dicampur dihargai Rp 1.700 per kilogram. Dalam seminggu, rata-rata dia bisa mendapat Rp 500 ribu.
Penghasilan itu jauh dari kata cukup. Sebab, Ramita harus mencukupi kebutuhan dia dan istrinya, serta lima anaknya.
Anak paling besar kini duduk di bangku SMA satu di SMP dan tiga lainnya masih berusia 7 tahun, 5 tahun dan paling kecil sekira 1 tahunan.
Meski begitu, Ramita tetap bersyukur tetap bisa menghidupi keluarganya dan menyekolahkan dua anaknya.
"Dipikir mah nggak cukup. Sehari buat jajan anak yang usianya 7 tahun aja Rp 20 ribu. Belum yang lainnya. Kita bersyukur, walaupun kerja hina, anak Alhamdulillah ada yang SMA dan SMP. Walaupun kayak orang gila, yang penting anak bisa sekolah," papar pria bertato itu.
Dia memilih menyekolahkan anaknya di Cilacap tempat mertuanya, agar bisa fokus sekolah dan tidak diejek oleh temannya karena orangtuanya berprofesi sebagai pemulung.
Sementara itu, seorang pemulung lainnya bernama Yanto, sudah lebih lama dibandingkan Ramita menjadi pemulung di TPA Cipeucang. Ia sudah 15 tahun jadi pemulung atau sejak 2006.
Baca Juga: Viral Nasi Sedekah Dibuang Begitu Saja oleh Pemulung, Warganet Murka
Bapak satu anak itu mengaku, dalam seminggu dia bisa menghasilkan satu kwintal sampah daur ulang campuran atau gabrugan. Dari hasil itu, dia mendapat sekira Rp 170.00 setiap minggunya.
Selain karena susah mencari pekerjaan, Yanto memilih berprofesi sebagai pemulung karena bebas. Tak ada yang mengatur dan mengekangnya.
"Kalau pemulung itu enak, bebas enggak ada yang ngatur dan ngelarang. Semau kita aja. Kalau mau dapat duit ya mulung," katanya.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, dirinya pun khawatir akan ancaman dari virus tersebut. Tetapi, dia tak bisa berbuat banyak.
Yanto mengaku, tak pakai masker saat memulung lantaran terlalu pengap sehingga membuatnya kesulitan bernapas.
"Ngeri sih ngeri, cuma ya mau gimana lagi. Kalau mulung nggak pakai masker, tapi kalau keluar area TPA tetap pakai masker mengikuti himbauan pemerintah," ungkap Yanto.
Berita Terkait
-
Semalaman, DLH DKI Kumpulkan 79 Ton Lebih Sampah Usai Perayaan HUT Kemerdekaan ke-80 RI di Jakarta
-
Protes Sampah Impor, Mapala Banten Kibarkan Merah Putih Raksasa di TPA Bangkonol
-
Merdeka Bukan Soal Berburu Diskon, Tapi Bebas dari Sampah dan Polusi
-
Opang Brutal! Kunci Motor Ojol Dirampas di Stasiun Pondok Ranji, Penumpang Dipaksa Bayar 2x Lipat
-
Aksi Premanisme di Pondok Ranji: Opang Rampas Penumpang Ojol yang Mau ke Rumah Sakit!
Terpopuler
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Miliano Jonathans: Hati Saya Hancur
- Dari Premier League Bersama Crystal Palace Kini Main Tarkam: Nasib Pilu Jairo Riedewald
- Insiden Bendera Terbalik saat Upacara HUT RI ke-80, Paskibraka Menangis Histeris
- Dicari para Karyawan! Inilah Daftar Mobil Matic Bekas di Bawah 60 Juta yang Anti Rewel Buat Harian
Pilihan
-
Viral! Ekspresi Patrick Kluivert Saat Kibarkan Bendera Merah Putih di HUT RI-80, STY Bisa Kaya Gitu?
-
Tampak Dicampakkan Prabowo! "IKN Lanjut Apa Engga?" Tanya Basuki Hadimuljono
-
Tahun Depan Prabowo Mesti Bayar Bunga Utang Jatuh Tempo Rp600 Triliun
-
5 Rekomendasi HP Realme Murah Terbaik Agustus 2025, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
Kontroversi Royalti Tanah Airku, Ketum PSSI Angkat Bicara: Tidak Perlu Debat
Terkini
-
Ini Dia Nomor-Nomor Andalan 5 Atlet Renang Junior Indonesia di Kejuaraan Dunia 2025
-
Karya Tujuh Pemilik IP Lokal Ditampilkan di Bus Transjakarta
-
Bank Mandiri Meriahkan Pesta Rakyat HUT ke-80 RI di Bundaran HI, Gelorakan Semangat Nasionalisme
-
Waspada Cuaca Ekstrem di Jakarta
-
Apartemen di BSD City Ciptakan Tulisan Cahaya HUT RI 80 di Langit Malam