Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Minggu, 09 Mei 2021 | 17:17 WIB
Asep Jaya, menunjukkan Dodol Cilenggang khas Betawi Titi Mugi Jaya yang diproduksi di rumahnya di Cilenggang, Serpong, Kota Tangsel, Minggu (9/5/2021). [ suara.com/wivy]

SuaraJakarta.id - Empat hari menjelang lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah, pesanan Dodol Cilenggang kebanjiran orderan. Bahkan, sampai keteteran melayani pesanan para pelanggan yang meningkat di momentum menjelang lebaran.

Diketahui, Dodol Cilenggang diklaim sebagai makanan Betawi yang kini dianggap sebagai makanan khas Kota Tangerang Selatan. Usaha dodol tersebut berada di Jalan Cilenggang 1 RT 04 RW 02 Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan.

Dodol tersebut merupakan hasil produksi usaha rumahan Titi Mugi Jaya. Namanya lebih dikenal dengan Dodol Cilenggang karena berada di Kelurahan Cilenggang.

Pemilik usaha Dodol Cilenggang, Asep Jaya mengatakan, menjelang lebaran ini pihaknya kewalahan melayani pesanan pelanggannya.

Baca Juga: Polisi: Bentrok Oknum FBR dan Forkabi di Pejaten Timur karena Salah Paham

"Kalau dibilang banjir pesenan sih nggak, cuma lumayan lah nggak terlalu drop banget. Alhamdulillah keteteran," kata Asep ditemui di kediamannya, Minggu (9/5/2021).

Menurutnya, lebaran tahun ini ada peningkatan dibandingkan lebaran tahun lalu saat awal pandemi Covid-19.

"Ya alhamdulillah ada peningkatan dibandingkan saat lebaran tahun lalu anjlok 70 persen," ungkapnya.

Saat ini, pesanan dodol miliknya pun meningkat. Saat awal ramadan dirinya produksi 300 kilogram setiap harinya. Itu meningkat 100 persen dibandingkan hari-hari biasa sebelum Ramadan yang hanya 30 kilogram perhari.

Pesanannya kembali meningkat seminggu menjelang lebaran Idul Fitri yang meningkat dua kali lipat.

Baca Juga: Bentrok FBR Vs Forkabi di Pejaten Timur: karena Satu Orang Rusak Bendera

"Menjelang lebaran produksi dodol 300 kilo, tapi seminggu menjelang lebaran meningkat dua kali lipat jadi 600 kilogram. Alhamdulillah itu masih kurang melayani pesanan," ungkapnya bersyukur.

Asep menjual dodol produksinya itu perkilogram, setiap kilo dia jual dengan harga Rp52 ribu. Jika dihitung sehari produksi 600 kilogram, maka dalam sehari Asep mendapat omzet Rp31.200.000.

"Kalau omzet ya dihitung harga perkilo, kira-kira segitulah," katanya.

Setiap hari, Asep memproduksi dodolnya mulai pukul 01.00 WIB dan selesai pukul 12.00 WIB. Untuk tenaga pekerjanya, Asep pun menambah tenaga pekerja seiring dengan meningkatnya pesanan menjelang lebaran.

Dalam sekali mengolah dodol, ada 5 wajan dodol yang dia buat. Setiap wajannya berkapasitas 60 kilogram.

"Yang ngaduk dodol ada 10 orang, awalnya cuma dua orang. Karena keteteran banyak pesanan nambah 8 orang lagi. Mereka dari rumpin. Peningkatannya kan seratus persen. Setiap sekali masak 5 wajan kapasitas 60 kilogram dodol," bebernya.

Meski mengaku keteteran, Asep menuturkan, orderan tahun ini masih jauh dibandingkan dengan momen lebaran sebelum pandemi covid-19.

"Sebelum pandemi, momen lebaran itu sehari bisa 900 kilogram yang terdata, tapi ada banyak yang nggak ke data, bisa jadi lebih dari 1 ton," sebutnya.

Pria 39 tahun itu menuturkan, usaha dodol tersebut merupakan warisan dari ayahnya yang sudah dirintis sejak tahun 1995.

Pada tahun 90-an kata Asep, di tempat tinggalnya itu hampir semua warga membuat dodolnya sendiri lantaran semua bahan baku dodol hampir setiap warga punya di dapurnya masing-masing.

Tetapi lama kelamaan, warga yang membuat dodol berkurang. Hal itu dijadikan kesempatan ayahnya untuk memulai usaha dodol. Saat itu dodol Cilenggang masih dijual keliling. Tetapi saat ini penjualannya hanya buka warung rumah dan melayani pesanan.

Dodol tersebut banyak laku bergantung pada momen. Yakni momen hajatan atau pernikahan, acara-acara masyarakat dan momentum lebaran.

"Kalau hari-hari biasa dodol ini banyak dibeli buat hantaran hajatan adat masyarakat Betawi. Kalau nggak ada dodol, katanya orang nggak mampu. Terus kalau ada acara-acara di kelurahan misalnya, itu juga pada pesen. Nah paling rame saat momen lebaran," terang Asep.

Dodol Cilenggang hasil produksinya yang dianggap khas Betawi, diakui berbeda dengan dodol Garut. Dodol Betawi miliknya dibuat dengan bahan utama beras ketan, kelapa, gula merah dan gula putih.

"Semua bahan berbeda. Kalau Dodol Garut itu pakai lemak kambing kalau dodol Betawi nggak, jadi cuma beras ketan, kelapa, gula merah dan putih. Udah itu aja," pungkasnya.

Sementara itu, Eti salah satu pembeli mengaku, dirinya sudah langganan setiap tahun membeli Dodol Cilenggang khas Betawi.

Menurutnya, dodol tersebut menjadi salah satu sajian wajib ada saat momen lebaran Idul Fitri.

"Kayaknya kalau nggak ada dodol nggak enak gitu. Harus ada, kalau nggak ada lebaran kurang enak gitu," ungkapnya ditemui saat membeli dodol milik Asep, Minggu (9/5/2021).

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More