Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 08 Juli 2021 | 08:05 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menyambangi kantor Equity Life & Ray White Indonesia di gedung Sahid Sudirman Center, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (6/7). [Instagram @aniesbaswedan]

SuaraJakarta.id - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI mendukung pemidanaan perusahaan langgar PPKM Daurat oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan di berbagai daerah seperti di Jakarta.

Bendahara PWNU DKI Mohamad Taufik menegaskan jika masih ada perusahaan yang tidak mematuhi aturan wajib bekerja dari rumah (work from home/WFH), padahal bukan termasuk sektor esensial maupun kritikal, maka harus diberikan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

"Kami dukung dan berjuang bersama pemerintah untuk menekan penularan virus SARS-CoV-2. Kami juga dukung Pemprov DKI beri sanksi penutupan atau sesuai pelanggarannya, juga mendukung Polda Metro Jaya memproses pidana perusahaan yang melanggar UU Wabah dan sebutkan nama perusahaan yang tak patuh itu," kata Taufik, Kamis (8/7/2021).

Wakil Ketua DPRD DKI ini menyebutkan bahwa sikap tegas seperti yang ditunjukkan Pemprov DKI dan daerah lainnya dengan memberikan sanksi pada perusahaan yang tidak mematuhi aturan wajib bekerja dari rumah padahal bukan termasuk sektor esensial maupun kritikal, harus dilakukan karena saat ini kondisi kasus di DKI Jakarta mengkhawatirkan.

Baca Juga: Prediksi Anies Tepat Kasus Aktif Tembus 100 Ribu, Riza Ancam Sanksi Pelanggar PPKM Darurat

"Pemerintah sudah gencar menyosialisasikan aturan PPKM Darurat. Hasil sidak Pemprov DKI dan TNI-Polri ada 139 perusahaan yang ngeyel tetap mempekerjakan karyawannya, ini mengkhawatirkan. Karenanya kami mengingatkan, ini soal kemanusiaan. Perusahaan jangan hanya mencari untung," ujar Taufik

Dia juga mengingatkan, hasil Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan pertumbuhan kasus terkonfirmasi COVID-19 dalam sehari ini, Rabu (7/7) sebanyak 34.379 kasus.

Menurut Taufik, kasus positif di Indonesia mencapai 2.379.397 orang, bahkan di DKI Jakarta saja kasus aktif COVID-19 (yang dirawat atau diisolasi) dalam laporan Rabu ini mencapai 100.062 orang, harusnya jadi penegur agar jangan egois.

"Pengusaha harus memiliki rasa kemanusiaan. Coba lihat penambahan kasus itu. Karena itu, kami mendukung pidanakan perusahaan nakal," tegasnya.

Dari aturan terbaru, Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merevisi sektor esensial dan kritikal dalam PPKM Darurat 2021 ini.

Baca Juga: Revisi Aturan Perusahaan Esensial, Anies: Pekerjaan Manajemen WFH, Pelayanan WFO

Untuk sektor esensial adalah sebagai berikut:

  1. Keuangan dan perbankan hanya meliputi asuransi, bank, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.
  2. Pasar modal.
  3. Teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat.
  4. Perhotelan non penanganan karantina.
  5. Industri orientasi ekspor dan perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri).

Luhut menerangkan bahwa untuk butir (a) sampai (d) dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf.

Sementara untuk butir (e) dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal sebesar 50 persen staf yang bekerja di fasilitas produksi/pabrik, sementara untuk wilayah perkantoran pendukung operasional hanya diperbolehkan maksimal 10 persen staf.

Sementara itu, untuk sektor kritikal yakni:

  1. Kesehatan
  2. Keamanan dan ketertiban masyarakat
  3. Energi
  4. Logistik, transportasi, dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat
  5. Makanan dan Minuman dan penunjangnya, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan
  6. Petrokimia
  7. Semen dan bahan bangunan
  8. Objek Vital Nasional
  9. Proyek Strategis Nasional
  10. Konstruksi
  11. Utilitas dasar (listrik, air, pengelolaan sampah)

Untuk butir (a) dan (b) dapat beroperasi maksimal 100 persen staf tanpa ada pengecualian. Sedangkan butir (c) sampai (k) dapat beroperasi maksimal 100 persen staf hanya pada fasilitas produksi/konstruksi/pelayanan kepada masyarakat, sementara untuk operasi perkantoran guna mendukung operasional, maka hanya diberlakukan maksimal 25 persen staf. [Antara]

Load More