SuaraJakarta.id - Setelah dua tahun ditetapkan sebagai cagar budaya, Pemerintah Kota Tangerang Selatan akhirnya memasang plang cagar budaya di situs Keramat Tajug, Kecamatan Serpong, pada hari ini Rabu (6/10/2021).
Pemasangan plang cagar budaya Keramat Tajug dilakukan petugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan.
Proses Keramat Tajug menjadi cagar budaya menempuh jalan yang panjang. Sejak tahun 2000, Keramat Tajug telah diajukan sebagai cagar budaya.
Barulah 19 tahun kemudian, proses itu akhirnya rampung yang tertuang dalam Keputusan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 30/KEP.517-Huk/2019 tentang Penetapan Cagar Budaya.
Hal itu dikemukakan TB Sos Rendra, salah satu keturunan Tubagus Tubagus Raden Wetan Muhammad Atief, atau akrab disebut TB Muhammad Atief, yang jasadnya dipusarakan di Keramat Tajug tersebut.
"Kita dari tahun 2000 sudah mengajukan. Beberapa keturunan TB Atief ada yang jadi dewan, kita dorong, karena punya nilai sejarah. Tapi ternyata baru beberapa tahun belakangan ini," kata TB Sos ditemui SuaraJakarta.id—grup Suara.com—di lokasi, Rabu (6/10/2021).
Sejarah Keramat Tajug
Bicara tentang sejarah Keramat Tajug memang tak bisa dilepaskan dari sosok TB Muhammad Atif. Beliau merupakan pendakwah Islam di Serpong.
Di samping itu, darah biru mengalir dalam tubuhnya. Ya, TB Muhammad Atif memang bukan orang biasa. Beliau anak keenam dari Raja Kesultanan Banten Sultan Ageng Tirtayasa.
Baca Juga: Jalan Panjang Keramat Tajug Jadi Cagar Budaya di Tangsel
TB Muhammad Atif diutus Sultan Ageng Tirtayasa untuk mempertahankan wilayah Banten dari serangan kolonial Belanda ke Desa Cilenggang. Di sana juga beliau menikah dengan Siti Almiyah yang merupakan penduduk asli Cilenggang, dan dikarunia empat anak.
Ketika pulang ke Banten dan mendapati perseturuan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji, TB Muhammad Atif memilih tidak memihak. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkannya untuk kembali ke Cilenggang bersama adiknya Ratu Ayu dan menetap di Cilenggang.
Di Desa Cilenggang, TB Muhammad Atif aktif menyebarkan agama Islam. Kala itu kebanyakan penduduk desa masih beragama Hindu. Beliau menggunakan metode "ngerauk" dalam menyebarkan ajaran Islam, di mana mengunjungi banyak pesantren dengan berjalan kaki antara satu pesantren dengan yang lainnya.
TB Muhammad Atif menetap di Desa Cilenggang sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Keramat Tajug, Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangsel.
Makam TB Muhammad Atif bin Sultan Ageng Tirtayasa berada di dalam bangunan berdenah persegi yang lantainya dilapisi keramik dan marmer. Sedangkan atapnya merupakan gabungan konstruksi kolom beton dan kayu.
Bangunan ini menyediakan fasilitas bagi para peziarah yang datang, di sisi barat bangunan cungkup makam terdapat sebuah mushala.
Di dalam cungkup, makam TB Muhammad Atif dipisahkan lagi oleh tembok dengan akses pintu di selatan, berdenah persegi tanpa atap. Di dalam tembok ini makam berada.
Wisata Religi di Tangsel
Kondisi jirat makam telah berubah dengan keramik yang di atasnya terlapisi dengan kain menutup makam.
Nisan sisi utara dan selatan berbentuk gada dengan dasar persegi, tinggi 30 cm dengan dimensi dasar 11 x 11 cm. Dasar nisan tertanam, terdapat guratan-guratan vertical melancip ke atas.
Di atas dasar nisan berupa badan nisan dengan denah lingkaran, semakin ke atas semakin membesar dan denahnya menjadi segi delapan seperti bunga yang mekar. Di atas dasar segi delapan terdapat pahatan sulur-sulur seperti tali yang saling melengkung.
Di atasnya terdapat kemuncak nisan dengan dasar segi delapan tersusun dua tumpuk, dengan ukuran kemuncak teratas lebih kecil.
Di sisi barat makam TB Muhammad Atif terdapat makam Ratu Ayu binti Sultan Ageng Tirtayasa, adik perempuannya. Nisan pada makam ini memiliki bentuk yang relatif sama dengan nisan pada makam TB Muhammad Atif.
Perbedaannya pada dimensi yang lebih kecil yakni tinggi 25 cm, dasar nisan berukuran 9 x 9 cm. Hanya saja nisan sisi selatan telah patah dan dasarnya telah hilang.
Makam TB Muhammad Atif kerap menjadi salah satu wisata ziarah di Banten, khususnya di Tangsel, yang kerap banyak dikunjungi.
Tag
Berita Terkait
-
70 Cagar Budaya Ikonik Sumatra Rusak Diterjang Bencana, Menbud Fadli Zon Bergerak Cepat
-
Sadis! Komplotan Perampok di Tangsel Keroyok Korban, Disekap di Mobil Sambil Dipaksa Cari Orang
-
Soroti Tragedi SMAN 72 Jakarta dan SMPN 19 Tangsel, FSGI: Sekolah Lalai, Aturan Cuma Jadi Kertas!
-
Dugaan Perundungan Tewaskan Siswa SMPN 19 Tangsel, Mendikdasmen Segera Ambil Kebijakan Ini
-
Siswa SMP di Tangsel Tewas Diduga Akibat Perundungan, JPPI: Ini Kegagalan Negara
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
7 Tren Fintech yang Diprediksi Mengubah Cara Masyarakat Bertransaksi pada 2026
-
Libur Tahun Baru 2026 Sudah di Depan Mata! Ini Jadwal Libur ASN yang Dinanti
-
8 Mobil Bekas untuk Mengatasi Biaya Perawatan Tak Terduga bagi Pengguna Minim Jajan
-
Cek Fakta: Viral Tautan Pendaftaran 500 Ribu Pekerja di Dapur MBG, Benarkah?
-
Duel HP Murah Layar AMOLED: Samsung vs Xiaomi, Siapa Paling Bagus?