Scroll untuk membaca artikel
Bangun Santoso | Novian Ardiansyah
Kamis, 14 Juli 2022 | 14:52 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani. [Antara]

SuaraJakarta.id - Anggota DPR RI Fraksi Golkar Christina Aryani berpendapat bahwa kebijkan Pemprov DKI Jakarta memisahkan penumpang pria dan wanita di moda transportasi angkutan kota atau angkot memang memiliki intensi yang baik.

Tetapi, menurut legislator dari Dapil DKI Jakarta II itu, penerapan kebijakan tersebut sulit dilakukan.

"Pendapat saya walau kebijakan pemisahan penumpang tersebut berintensi baik, tapi akan sulit dalam implementasinya, sehingga kurang tepat," kata Christina, Kamis (14/7/2022).

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah membatalkan kebijakan yang rencananya mulai diterapkan pada pekan ini. Kebijakan tersebut diganti dengan penyediaan nomor aduan atau hotline dan POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS SAPA) sebagai tempat pengaduan.

Baca Juga: Sopir Jurusan Kampung Rambutan-Depok Geram, Pelecehan di Angkot Picu Penumpang Semakin Sepi

Christina menyambut baik adanya pelayanan tersebut. Ia menilai baik pos maupun nomor aduan bisa menjadi sarana masyarakat membuat laporan. Tetapi ia mengingatkan agar nantinya laporan yang masuk dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin.

"Ini bisa menjadi sarana bagi masyarakat yang mengetahui atau mengalami pelecehan untuk melaporkan pelaku atau kejadian yang menimpanya untuk kemudian ditindaklanjuti dengan proses hukum," ujar Christina.

Tidak hanya di pos, Christina meminta nomor aduan 112 bisa disosialisasikan di angkot.

"Nomor hotline ini bisa dimuat dalam stiker yang diwajibkan untuk ditempelkan di dalam kendaraan umum agar warga mudah melihatnya," kata Christina.

Batalkan Rencana Pisah Penumpang Di Angkot

Baca Juga: Jumlah Penumpang Perempuan di Angkot Lebih Banyak Ketimbang Pria, Wagub DKI: Kasihan Nanti Kalau Dipisah

Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta batal menerapkan aturan pemisahan penumpang pria dan wanita di angkot. Rencana ini awalnya bakal diterapkan pekan ini demi mencegah potensi pelecehan seksual di dalam angkutan umum.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pembatalan rencana ini berdasarkan kondisi yang ada di masyarakat saat ini. Menurutnya, untuk mencegah pelecehan seksual diperlukan mitigasi serta upaya melalui regulasi yang komprehensif.

"Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di dalam masyarakat, terhadap wacana pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan di dalam angkot saat ini belum dapat dilaksanakan," ujar Syafrin saat dikonfirmasi, Rabu (13/7/2022).

Ia menjelaskan, saat ini dalam menangani dan mencegah kekerasan serta pelecehan terhadap perempuan dan anak, Pemprov DKI telah membentuk POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS SAPA) di Moda Transportasi. Dalam pos ini, terdapat nomor aduan 112 dan petugas yang sudah terlatih dalam menangani kasus-kasus terkait.

"Fasilitas POS SAPA tersebut sudah terdapat di 23 halte Transjakarta, 13 stasiun MRT dan 6 stasiun LRT. Direncanakan ke depan POS SAPA akan terus ditambahkan termasuk menjangkau layanan Angkot," jelasnya.

Selain itu, pengemudi angkutan umum yang tergabung dalam program JakLingko sudah melalui pendidikan dan pelatihan yang didalamnya memuat kurikulum layanan prima, termasuk penanganan dalam menghadapi keadaan darurat. Program ini bernama Sertifikasi Pengemudi Angkutan Umum.

Pihaknya juga akan meningkatkan pemasangan CCTV di berbagai stasiun, halte, terminal dan kendaraan umum. Tujuannya untuk mendeteksi sekaligus mengurangi potensi terjadinya kasus pelecehan.

"Bahkan, melalui Jaklingko, sistem ticketing terintegrasi akan melakukan penerapan konsep face recognition (pengenalan wajah) yang diyakini akan meningkatkan rasa nyaman para penumpang, terutama perempuan dan anak-anak."

Load More