Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno | Faqih Fathurrahman
Kamis, 05 Oktober 2023 | 17:25 WIB
Ilustrasi warga mendapatkan air bersih. (Suara.com/Faqih)

SuaraJakarta.id - Warga Kelurahan Jembatan Lima, Tambora mengeluhkan soal krisis air di wilayahnya. Sebab sudah beberapa hari warga terpaksa membeli air bersih secara mandiri.

Seorang warga RT 5/RW 4, Jembatan Lima Syahrul (49) mengungkapkan, biasanya air di rumahnya hanya mengalir pada malam hari. Sementara saat siang air tidak keluar.

Bahkan biasanya, dalam sehari, Syahrul membutuhkan satu gerobak air untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.

"Satu gerobak Rp 50 ribu untuk satu hari," kata Syahrul, Kamis (5/10/2023).

Baca Juga: PAM Jaya Janji Bangun Reservoir Komunal di Semua Lokasi Krisis Air di Jakarta

Hal tersebut, kata Syahrul, tentu saja membuatnya merasa keberatan. Lantaran selain harus membeli air, ia juga harus membayar air secara bulanan seharga Rp 8 ribu hingga Rp 15 ribu per bulan.

"Walaupun mati kan ada biaya, nggak keluar tetap bayar tiap bulan. Kalau dibilang rugi jelas rugi ya, beli gerobakan harganya jadi lebih besar," katanya.

Syahrul menyatakan, ia sempat menanyakan alasan terkait matinya air tersebut kepada pihak penyedia layanan dalam hal ini, PAM Jaya.

Saat itu, lanjut Syahrul, pihak PAM Jaya mengklaim, matinya air di Jembatan Lima karena adanya perbaikan pipa akibat kebocoran beberapa hari lalu di Petamburan, Jakarta Pusat.

"Terakhir info itu ada pipa jebol di petamburan 4," katanya.

Baca Juga: PAM Jaya Tak Bisa Salurkan Air dari IPA Hutan Kota Karena Tinggi Kandungan Garam

Selain persoalan itu, sebelumnya PAM Jaya juga mengemukakan operasional Instalasi Pengolahan Air (IPA) Hutan Kota, Penjaringan, Jakarta Utara saat ini sedang dihentikan sejak 8 September lalu.

Hal ini berakibat pada warga sekitar yang sulit mendapatkan air bersih di tengah musim kemarau panjang.

Direktur Utama Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, Arief Nasruddin mengatakan penyetopan operasional IPA Hutan Kota ini dilakukan lantaran air baku yang didapat dari Kanal Banjir Barat tidak sesuai baku mutu. Kandungan air mengandung garam yang berlebihan sehingga tidak bisa diolah untuk dikonsumsi.

"Bukan detergen, tapi TDS, total dissolved solid itu sebenarnya kadar mineral dan garamnya tinggi sekali," ujar Arief di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (4/10/2023).

Arief mengatakan, seharusnya IPA Hutan Kota memiliki teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) yang mampu mengolah air laut jadi bersih.

"Memang yang disayangkan teknologi saat pembangunan hutan kota tidak dibarengi dengan teknologi SWRO. Sehingga kemudian itu tidak bisa mengurai air laut," ucapnya.

Untuk mengatasi masalah krisis air di wilayah ini, PAM Jaya juga telah membangun reservoir komunal untuk bisa menampung air untuk selanjutnya bisa dipompa ke rumah-rumah warga.

Namun, karena pembangunan reservoir membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sebagai upaya sementara PAM Jaya akan mengirimkan air melalui IPA mobile ke perumahan warga.

"Jangka pendeknya mau enggak mau kita kirim tangki terus. Tapi jadinya itu yang kenapa saya minta tim ini melakukan reformasi pengadaan. Sehingga bangun reservoar ini sebenenrnya kalau enggak ada apa apa 1,5 bulan jadi. Paling lama dua bulan," kata Arief.

Ke depannya, Arief berencana mengambil alih pengolahan IPA Hutan Kota yang saat ini dipegang oleh Jakpro Memiontec Air, anak usaha PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

Setelah dipegang PAM, barulah akan dibuatkan teknologi SWRO agar penyaluran air baku kembali normal.

"Jadi memang ada sisi koorporasi yang harus kita persiapkan. Takutnya nanti jadi salah karena itu kan investasinya enggak kecil. Kalau kita mau melakukan penambahan teknologi itu butuh Rp 150 miliar," katanya.

Load More