Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno | Fakhri Fuadi Muflih
Jum'at, 08 Desember 2023 | 14:04 WIB
Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi (MAPKB). (Suara.com/Fakhri)

SuaraJakarta.id - Usulan pemilihan Gubernur Jakarta dilakukan oleh Presiden tanpa melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah status ibu kota berpindah yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bikin geger publik. Banyak prokontra dengan usulan ini karena dianggap akan merusak tatanan demokrasi.

Belakangan, terungkap ternyata usulan tersebut awalnya berasal dari induk organisasi-organisasi Masyarakat Betawi yang belum lama dibentuk, yakni Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi (MAPKB). Organisasi tersebut diketuai Marullah Matali yang diketahui merupakan Deputi Gubernur DKI Bidang Pariwisata dan Kebudayaan.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua MAPKB sekaligus Ketua Bamus Betawi 1982, Zainudin alias Haji Oding. Ia menyebut usulan pemilihan gubernur (Pilgub) oleh presiden ini sudah dibahas dalam internal majelis adat.

"Kita kan di Jakarta ini baru saja menyepakati adanya lembaga adat, yang namanya Majelis Kaum Betawi (MAPKB). Nah saya berharap dari situ kita sudah berembuk di dalam internal majelis adat," ujar Oding saat dikonfirmasi, Jumat (8/12/2023).

Baca Juga: Tolak RUU DKJ yang Tiadakan Pilkada Jakarta, NasDem DKI: Merenggut Hak Rakyat

"Ada empat usulan itu, yang pertama tentang susunan pemerintahan, kita mengusulkan agar gubernur dan (wakil) gubernur ditunjuk oleh presiden," lanjutnya.

Menurut Oding, pemilihan gubernur dengan ditunjuk presiden tanpa Pemilu akan jauh lebih menghemat anggaran. Selain itu, tidak akan ada risiko keamanan selama masa-masa Pilkada.

"Cost (biaya) politik lebih kecil, kemudian dampak keamanan juga dapat dihilangkan gitu," katanya.

Namun, yang paling penting adalah dengan mekanisme ini, maka orang asli Betawi bisa memiliki kans lebih besar untuk memimpin Jakarta selaku putra daerah.

"Di mana-mana juga ada privillege politik yg diberikan kepada putra asli daerah, yaitu Kaum Betawi. Kalau ditunjuk oleh presiden salah satunya harus representasi putra daerah. itu yang melatarbelakangi mengapa kita mengusulkan gubernur dipilih oleh presiden," katanya.

Baca Juga: Fraksi PKS Tolak RUU DKJ, Delapan Fraksi Lainnya Sepakat Jadi Rancangan Undang-undang Usulan Baleg

Sebelumnya, Gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh Presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota. Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).

Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.

"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi pasal 10 ayat 2.

Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.

Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.

Load More