SuaraJakarta.id - Puluhan massa menggeruduk Rumah Sakit (RS) Mulya di Jalan KH Hasyim Ashari, Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Kamis, (17/9/2020.
Kedatangan mereka bukanlah untuk berobat melainkan mempertanyakan pertanggungjawaban RS Mulya terkait dugaan tindakan Malpraktik operasi katarak yang dilakukan pada Maret 2019 lalu.
Diketahui, RS ini diduga telah melakukan malpraktik kepada 17 pasien katarak. Saat dilaksanakan, operasi tersebut gagal dan menyebabkan 17 pasien mengalami kebutaan.
Pasca operasi, mata mereka mengalami infeksi dan terpaksa harus diangkat. Setelah sempat landai tak ada kepastian. Kasus ini kembali mencuat.
Baca Juga:Polisi Gerebek Ladang Ganja di Atap Rumah
Keluarga korban dari Rogayah dan Cici beserta puluhan warga dan tim kuasa hukum mendatangi RS Mulya untuk menuntut pertanggungjawaban.
Awalnya aksi ini berjalan kondusif, keluarga korban diterima oleh RS Mulya untuk melakukan mediasi.
Namun, situasi mulai tidak kondusif setelah tim kuasa hukum tak diperbolehkan masuk ke ruangan mediasi untuk mendampingi korban.
Alhasil, ketegangan pun tak terhindarkan. Adu mulut antara warga dan tim kuasa hukum dengan petugas keamanan di depan pintu masuk terjadi.
Beruntung ada petugas kepolisian yang berada di lokasi. Ketegangan pun dapat dikendalikan dan tim kuasa hukum akhirnya diperbolehkan masuk.
Baca Juga:Polisi Periksa 7 Saksi Terkait Kematian Balita di RSUP M Djamil Padang
Anak dari Cici, Undang Tahayudin merasa dipermainkan oleh RS Mulya. Lantaran, berjanji untuk bertanggung jawab namun hingga saat ini tidak memberikan kepastiannya sampai saat ini.
"Mereka secara kekeluargaan tapi mereka hanya menjanjikan lagi padahal awal mula sudah memberikan janji 14 hari dari hari rabu kemarin 2 minggu lalu. Itu sudah kita tunggu kurang sabar bagaimana saya. Kita tunggu belum ada kepastian," ujarnya kepada, Suara.com.
Ndang sapaan Tahayudin mengatakan pihaknya menuntut kompensasi. Menurut dia kompensasi yang ditawarkan oleh RS Mulya sulit diterima akal sehatnya. Diketahui, RS Mulya menawarkan uang ganti rugi dugaan malpraktik ini sebesar Rp 170 juta.
"Angka yang belum disepakati oleh rumah sakit dia mau mengganti tuntutan yang kita minta sesuai dengan mereka. Kita cuma mau di ganti cepe mata diganti cepe," ungkapnya.
Dia mengungkapkan mediasi berjalan sangat alot. Hingga tak mendapat. sehingga pihak RS Mulya meminta waktu lagi. Lantaran, saat mediasi, Direktur Utama RS mengaku Mulya tidak dapat mengambil keputusan.
"Senin paling lama karena dia Direktur Utama gak bisa ambil keputusan padahal dia yang bertanggung jawab dengan manajemen. Kami belum mendapat ganti rugi," ungkapnya.
Kasus ini bermula pada Maret 2019 lalu. Saat itu terdapat 17 pasien operasi katarak di RS Mulya. Awalnya operasi berjalan lancar. Namun 1 hari pasca operasi, pasien mengeluhkan sakit di matanya.
Sakit tersebut semakin menjadi-jadi hingga membuat mata pasien membengkak. Sampai akhirnya, mata pasien terpaksa diangkat lantaran terinfeksi. Kini 17 pasien tersebut mengalami kebutaan permanen.
"Dicoba tes antibiotik dulu. Ternyata pake antibiotik gak mempan masih jalan terus pembengkakannya. Malah menyerang otak kalo nyerang otak dokter angkat tangan. Jadi untuk mencegah itu bola matanya diangkat," ungkap Ndang.
Operasi pengangkatan bola mata kata Ndang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Karena di RS Mulya tak memiliki alat yang lengkap.
"Itu pun nunggu 2 minggu setelah pemeriksaan awal," ujarnya.
Ndang mengatakan dari 17, 15 pasien diantaranya telah sepakat dengan nilai kompensasi yang diberikan oleh RS Mulya. Sementara 2 lainnya masih menuntut ganti rugi setimpal.
"Kan gak semua pasien di pukul rata dengan angka nominal yang sama. Mereka juga gak secara terbuka dan merahasiakan. Gak sama, gak adil," tegas Ndang.
Koordinator dan juru bicara dari kantor Hukum Indonesia Muda yang mendampingi korban, Hika Transisia AP mengatakan sebenarnya kasus ini telah dilimpahkan ke Polres Metro Tangerang Kota pada Maret 2019. Namun hingga saat ini belum ada titik terangnya.
"Sayangnya dari pihak rumah sakit secara diam diam beberapa dokter berupaya menghubungi 2 orang ini untuk mencabut laporan dan mengimingi sejumlah angka dan melakukan penyelesaian secara kekeluargaan," ujarnya.
Suara.com belum mendapat konfirmasi dari pihak RS Mulya. Lantaran, saat mencoba masuk untuk mediasi tidak mendapat ruang.
Kontributor : Irfan Maulana