SuaraJakarta.id - Muhamad Falih Akmar menderita hidrosefalus di usianya yang masih 9 bulan. Anak kedua dari pasangan Septian Prastia (28) dan Yani Supriyani (22) itu menderita hidrosefalus sejak dalam kandungan.
Itu diketahui, ketika usianya tujuh bulan dalam kandungan.
Akibat hidrosefalus yang membuat kepalanya membesar itu, Akmar dilahirkan secara prematur karena air ketubannya pecah. Akibatnya, Akmar lahir dengan cara operasi caesar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamulang pada Januari 2020 lalu.
Ibunya, Yani menuturkan, berat badan saat Akmar lahir itu sekira 4 kilogram dengan ukuran kepala membesar hingga 68 sentimeter.
Baca Juga:Program dan Strategi Politik 3 Paslon Wali Kota Tangsel Terlengkap
"Saat lahir beratnya 4 kilogram dengan kondisi kepalanya membesar," tutur Yani.
Septian, ayah dari Akmar mengatakan, saat lahir kondisi anak laki-lakinya itu badanya kurus dan kepalanya besar.
Dia pun tak tega melihat anaknya harus menderita seperti itu.
"Sedih banget lah, namanya juga orangtua. Pas lahir badanya kurus, kepalanya besar. Nggak tega lihatnya," kata Septian ditemui di kontrakannya, Rabu (21/10/2020).
Setelah lahir dengan operasi caesar, Akmar kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Baca Juga:Ditangkap Polisi Dugaan Ikut Demo Ciptaker, Pijar: Gak Ikut, Sumpah!
Dalam masa perawatan tersebut, Akmar dipasangi selang untuk membuang cairan yang ada di kepalanya selama beberapa bulan dan menjalani perawatan mandiri di rumah.
Tetapi, karena semakin memburuk, Akmar kemudian dirujuk lagi ke RSUP Fatmawati untuk mendapatkan perawatan intensif.
"Akmar dirujuk karena ada saluran selangnya yang tersumbat dan membuatnya kejang-kejang kesakitan. Jadi kita bawa lagi ke RS," ungkap Septian.
Akmar, harus menjalani perawatan di RSUP Fatmawati selama dua bulan penuh.
Beruntung, selama perawatan tersebut menunjukkan perkembangan baik dan pada 22 September lalu Akmar dibolehkan pulang dan melakukan perawatan mandiri di rumah.
Selama perawatan itu, Yani dan Septian mengandalkan biaya dari BPJS Kesehatan.
Meskipun tak semua obat-obatan ditanggung. Harga obat-obatannya bervariasi, mulai dari Rp 85 ribu sampai paling besar Rp 600 ribu.
"Kalau dihitung-hitung mah, udah habis banyak buat biaya si dede. Tapi mau gimana lagi, berapa pun demi kesembihan si dede ya Insya Allah dipenuhi. Alhamdulillah, rejeki mah ada saja," ungkapnya.
Untuk biaya pengobatannya, Septian mengaku, hanya bisa mengandalkan bantuan dari ibu dan mertuanya.
Septian berharap, anak laki-lakinya itu bisa sehat dan normal seperti anak lainnya.
"Harapan utamanya si dede bisa sehat seperti kakaknya dan anak-anak kecil lainnya," pungkasnya.
Mereka, tinggal di dalam sebuah kontrakan berpetak di Kampung Babakan RT 05 RW 03, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan.
Demi pengobatan anak laki-lakinya untuk sembuh dari hidrosefalus yang diderita sejak lahir, sang ayah sudah menjual motornya.
"Dua motor udah dijual, motor saya sama punya ibunya istri, handphone juga dijual. Pokoknya apa aja, yang penting bisa buat biaya berobat si dede," katanya.
Septian mengaku, dua motor itu dia jual setah dirinya dipecat sebagai office boy di salah satu bengkel motor di Pamulang.
Dia dipecat di tengah pandemi Covid-19, setelah dua bulan tidak masuk kerja lantaran menemani anak dan istrinya di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Jakarta.
"Mau gimana lagi. Saya enggak tega kalau ninggalin anak dan istri di rumah sakit. Kan pasti ada kebutuhan obat dan lainnya yang mesti di urus bolak-balik. Kasihan kalau istri, jadi ya udah saya full dua bulan di rumah sakit sampai akhirnya dipecat dari tempat kerja," ungkap Septian.
Kontributor : Wivy Hikmatullah