10 Tahun Erupsi Merapi: Kisah Wawan, Wartawan Terdekat dengan Mbah Maridjan

Wawan meninggal bersama Mbah Maridjan dan seorang anggota PMI bernama Tutur di depan rumah Mbah Maridjan.

Rizki Nurmansyah | Mutiara Rizka Maulina
Kamis, 05 November 2020 | 12:53 WIB
10 Tahun Erupsi Merapi: Kisah Wawan, Wartawan Terdekat dengan Mbah Maridjan
Foto berpigura Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010 - (Suara.com/Yulita Futty)

Sudah cukup lama ya, di Suara Pembaharuan itu ada 12 tahun. Kemudian masuk ke Vivanews, waktu itu istilahnya "babat alas". Entah kenapa waktu mau launching dia malah keluar. Kemudian pernah di Koran Jakarta, tidak lama hanya beberapa bulan. Kemudian ditarik lagi ke Vivanews.

Saat itu seperti apa kondisi ibu dan keluarga?

Waktu itu memang kita pisah, saya di Ambarawa, dia di Jakarta. Biasanya satu minggu sekali dia pulang, tapi maksimal dua minggu sekali dia pulang. Waktu mau liputan ke Mbah Maridjan itu dia memang bilang saya. Saya juga simpang siur mendengar bahwa Mbah Maridjan maunya dengan suami saya, tapi ada yang bercerita, sejak 2006 memang sudah dekat dengan Mbah Maridjan, setelah peristiwa gempa Bantul.

Seberapa dekat Pak Wawan dengan Mbah Maridjan?

Baca Juga:Kisah Istri Wartawan Korban Merapi: Anak yang Kecil Dekat dengan Ayahnya

Sejak 2006 itu sudah liputan dengan Mbah Maridjan. Banyak teman-teman yang cerita, sejak saat itu sudah dekat. Katanya (Mbah Maridjan) itu kalau tidak dekat duduknya dengan wartawan, berhadap-hadapan, tapi kalau suami saya duduk di depannya begitu dicari, disuruh duduk di sampingnya. Ketika peristiwa Merapi juga katanya tidak mau kalau yang naik bukan suami saya.

Endah Sapta Ningsih, istri Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010 - (Suara.com/Yulita Futty)
Endah Sapta Ningsih, istri Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010 - (Suara.com/Yulita Futty)

Kenangan apa yang sempat dilakukan bersama sebelum peristiwa tersebut?

Seminggu sebelumnya pulang, ulang tahun Krisna. Jadi memang dia pulang, dia biasanya datang Sabtu. Jadi ulang tahun Krisna kita jalan-jalan seharian ke Semarang, makan-makan cari kado.

Waktu itu dia memang bilang malas sebenarnya liputan ke Mbah Maridjan. Saya bilang, "ya sudah enggak usah liputan." Dia bilang, Mbah Maridjan enggak mau kalau bukan dia. Teman-temannya juga bercerita kalau biasanya untuk liputan itu dibelikan tiket pesawat pulang dan pergi secara langsung, tapi dia enggak mau. Dia bilang minta dibelikan tiket sekali jalan saja, harus mampir ke Ambarawa untuk menengok anak dan istri.

Kita jarang bertemu, enggak ada firasat juga. Kita bisa bertemu satu minggu sekali saja saya sudah syukur sekali. Jadi untuk waktu dikatakan kurang ya tidak, dikatakan berlebihan ya tidak. Kalau dia pas lagi libur dia memang full mau buat keluarga, dia tidak mau liputan.

Baca Juga:Kisah Wawan, Wartawan Korban Merapi yang Dekat Mbah Maridjan

Kalau firasat sih, 10 hari sebelumnya memang dia cerita, bapak ibunya kan sudah meninggal ya. Dia mimpi nyopir sama bapak dan ibunya, orang tuanya beli mobil baru. Saya tanya ke mana, dia jawab beli sarapan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini