SuaraJakarta.id - Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon angkat bicara terkait pengunduran diri Edhy Prabowo, kolega satu partainya usai ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurut Fadli Zon, keputusan Edhy untuk mundur dari Partai Gerindra adalah bijak.
Dia juga mengapresiasi tindakan KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka. Namun demikian, Fadli Zon meminta KPK untuk segera menangkap kader PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih buron. Harun 'menghilang setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan pergantian antar waktu anggota DPR yang juga menjerat eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka.
"Setelah penetapan tersangka tengah malam ini, EP mundur dari partai dan menteri KKP. Langkah bijak. Apresiasi kerja KPK. Semoga bisa juga temukan Harun Masiku yang masih “hilang” seperti ditelan bumi," kata Fadli Zon melalui media sosial, Kamis (26/11/2020).
Baca Juga:Baru Ditangkap, Edhy Prabowo Tes COVID-19 di KPK, Hasilnya Mengagetkan!
Edhy Prabowo dijadikan tersangka bersama enam orang lainnya. Edhy ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11/2020), dini hari, ketika baru tiba dari Amerika Serikat.
Indonesia Corruption Watch juga mengapresiasi kinerja penyidik KPK, tetapi mereka juga diingatkan untuk serius menangani perkara Harun Masiku.
ICW mengingatkan KPK supaya dapat memitigasi risiko adanya serangan balik dari pihak-pihak tertentu setelah penangkapan terhadap Edhy, kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
KPK masih mendalami dugaan aliran dana yang mengalir ke pihak lain seperti partai atau penerimaan dari perusahaan lain dalam kasus dugaan penerimaan suap terkait perizinan usaha perikanan budidaya lobster yang menjerat Edhy.
"Tidak tertutup kemungkinan pengembangan selanjutnya pada tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Baca Juga:Edhy Prabowo Diringkus KPK, Refly Harun Sebut Jokowi Gagal Urusi Korupsi
KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
"Apakah ada 40 persuahaan dengan total uang Rp9,8 miliar atau beberapa perusahaan belum dapat disimpulkan tapi dari tahapan pemeriksaan saat ini didapat kesimpulan uang itu berasal dari berbagai perusahaan yang tidak terputus," kata Nawawi.
Deputi Penindakan KPK dalam konferensi pers juga menyebutkan untuk mendalami aliran dana dari dan ke pihak lain perlu waktu.
"Karena yang kita tampilkan malam ini baru satu kejadian pintu masuk, kan ada beberapa persuahaan yang ada. Kita list berapa perusahaan dan dari perusahaan ini flow alirannya jelas. Kami akan perdalam koordinasi PPATK sampai mana alirannya," kata Karyoto.
Karyoto juga mengatakan KPK akan memanggil saksi-saksi baik dari internal KKP maupun pihak lain untuk mengungkap kasus ini.
"Besok atau lusa kami akan mulai pengembangan-pengembangan karena hasil-hasil transaksi dari sisi perbankan akan ketahuan saat transaksinya. Kalau dilihat dari transaksinya dari kartu ATM kita lihat akan dikembangakan dari profil awal yang sudah menjelaskan pelaku-pelaku dalam aliran dana itu," kata Karyoto.
Uang yang masuk ke rekening PT. ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT. ACT yaitu Ahmbad Bahtiar dan Amiril Mukminin senilai total Rp9,8 miliar.
Dalam laporan Antara disebutkan pada 5 November 2020, Abhmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy, Anium Faqih, sebesar Rp3,4 miliar.
Uang Rp3,4 miliar itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri dan APM antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS.
Belanja tersebut dilakukan pada 21 sampai dengan 23 November 2020.
Sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.