Setiap Ramadhan, dia mencari peruntungan dengan nyambi jualan kolang-kaling. Hal itu lantaran pete, jengkol dan telor tebu tak lagi menjanjikan untuk dijadikan penghasilan utama.
Pasalnya, dia pernah rugi dari modal Rp 8 juta, dia hanya mendapat Rp 3 juta dari hasil penjualan. Sisa dagangannya, layu dan banyak dimakan sendiri, dibagi-bagi bahkan dibuang lantaran sudah busuk.
Pria yang telah berusia lebih setengah abad itu menuturkan, dalam menjual kolang-kaling dia tak sendiri. Modalnya jualan kolang-kaling merupakan hasil patungan dengan temannya bernama Mad Ita.
"Lebih enak patungan. Biar lebih aman dan bareng-bareng nyari rejekinya," tuturnya.
Baca Juga:PBNU: Awal Ramadhan 1442 Hijriah Jatuh pada Selasa 13 April 2021
Marta mendapatkan kuintalan kolang-kaling itu dari Bogor. Dia menjualnya Rp 20 ribu per kg. Tak mudah menurutnya menjual kolang-kaling.
Selain pembeli yang menawar dengan harga paling miring, juga cara menjaga agar kolang-kaling tetap terjaga kualitasnya.
Tantangan utamanya banyak pelanggan yang berniat membeli langsung memegang kolang-kaling yang ada di bak itu.
Jika kondisi tangannya kotor, maka akan mencemari kolang-kaling satu bak. Misalnya akan cepat masam dan merubah warnanya jadi menguning.
"Sebenarnya nggak gampang buat jualan kolang-kaling ini, karena kita nggak tahu tangan pelanggan yang menyentuh kolang-kalingnya bersih atau enggak. Kalau kotor, maka berpengaruh ke kualitasnya," ungkapnya.
Baca Juga:Marhaban Ya Ramadhan, Download PDF Jadwal Imsakiyah Jakarta versi PBNU
![Marta Wijaya, pedagang kolang-kaling tahunan saat momen puasa Ramadhan di Pasar Serpong, Tangsel, Senin (12/4/2021). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/13/50872-pedagang-kolang-kaling-di-tangsel.jpg)
Untuk mengantisipasi itu, dia dan temannya selalu menyediakan satu ember air bersih. Hal itu menjadi item pengeluaran.