Mengenal Tasawuf Underground, Pesantrennya Anak Punk Jalanan di Tangsel

Dalam membina anak punk jalanan, Tasawuf Underground menerapkan konsep "Peta Jalan Pulang"

Rizki Nurmansyah
Kamis, 22 April 2021 | 08:05 WIB
Mengenal Tasawuf Underground, Pesantrennya Anak Punk Jalanan di Tangsel
Sejumlah anak punk jalanan mengikuti pengajian di Pesantren Tasawuf Underground di Ruko Cimanggis Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Pantauan SuaraJakarta.id di lokasi, lantai pertama ruko pesantren itu dijadikan tempat wirausaha anak jalanan. Seperti laundry, sablon, hingga angkringan dan salon sepatu.

Di lantai dua, dijadikan sebagai ruang utama belajar, mengaji, dan sholat berjamaah. Di sudut kanannya, terdapat perpustakaan.

Rak buku yang ada, dipenuhi berbagai jenis buku dan Al-Quran. Di salah satu sudutnya terdapat kaligrafi dan gambar Sulthonul Auliya Syekh Abdul Qodir Jaelani, tokoh Islam populer dan "Rajanya Para Wali".

Sementara di lantai tiga, dijadikan tempat istirahat para anak punk jalanan yang 'mondok' di sana.

Baca Juga:Kisah Majelis Preman Tangerang, Bantu Anak Jalanan Hijrah dan Mengenal Adab

Dari sejumlah anak punk yang ditemui, kebanyakan mereka memiliki tato di kaki, tangan hingga wajah.

Saat mengaji kitab, mereka manut dan antusias mendengarkan penjelasan Ustaz Halim. Sosok marginal, seram dan urakan tak ada lagi di forum pengajian itu.

Mereka yang membaca Al-Quran pun sangat antusias. Meski terbata-bata, mereka perlahan menyelesaikan bacaan ayatnya sesuai dengan target ayat yang harus disetorkan nanti.

Sejumlah anak punk jalanan tengah mempelajari Al-Quran di Pesantren Tasawuf Underground di Ruko Cimanggis Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Sejumlah anak punk jalanan tengah mempelajari Al-Quran di Pesantren Tasawuf Underground di Ruko Cimanggis Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Tak Dianggap Anak

Sementara itu, satu dari puluhan anak punk jalanan, Widy Nophanza Eka Putra menceritakan awal mula ia menjadi anak jalanan dan hingga berada di Pesantren Tasawuf Underground Tangsel.

Baca Juga:Purna Tugas Jadi Wali Kota Tangsel, Airin: Plong, Lega

Doy, sapaan akrab Widy, bercerita sudah hidup dijalanan sejak masih sekolah di kelas 5 SD di Palembang. Jalanan, lampu merah dan pasar jadi tempat dia beraktivitas sehari-hari.

Lima tahun lalu, ia kemudian memilih menjadi anak pun jalanan karena tergiur dengan cerita teman-temannya.

Akibatnya, Doy bahkan sampai diusir oleh orang tuanya yang tak terima dengan keputusannya menjadi anak punk jalanan. Tak hanya itu, ia bahkan sudah tidak dianggap anak.

"Kehidupan di jalan sudah dari kecil. Pernah kejadian sudah kayak kucing sama anjing penampilan nggak sesuai apa yang diinginkan. Diusir, bahkan sudah nggak dianggap sebagai anak lagi," ungkap Widy.

Doy mengakui, semasa hidupnya di jalanan banyak dihabiskan untuk berbuat hal negatif. Mulai dari mengkonsumsi alkohol hingga narkoba setiap harinya.

Sejumlah anak punk jalanan tengah mempelajari Al-Qiuran di Pesantren Tasawuf Underground di Ruko Cimanggis Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Sejumlah anak punk jalanan tengah mempelajari Al-Qiuran di Pesantren Tasawuf Underground di Ruko Cimanggis Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Gelisah dan Hijrah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini