SuaraJakarta.id - Legenda Pitung. Pitung merupakan sosok melegenda di kalangan masyarakat Betawi, yang hidup pada abad ke 19 di Batavia, Hindia Belanda.
Si Pitung dikisahkan kerap melakukan aksi-aksi kriminal. Namun aksinya bertujuan untuk membantu masyarakat kecil.
Banyaknya legenda Pitung yang dituturkan dari mulut ke mulut dan banyak dikenal melalui pementasan lenong, hingga terbentuk banyak versi dan sulitnya menemukan jejak sejarah yang telah dibumbui dengan mitos oleh masyrakat dahulu.
Diceritakan pula, Pitung adalah putera keempat dari pasangan Pak Piun dan Bu Pinah, dilahirkan di kampung Pengumben, Rawabelong pada tahun 1864. Pitung dibesarkan dengan pendidikan tata krama dari kedua orangtuanya, selain itu juga Pitung rajin mengaji kepada seorang kiai terkenal di Rawabelong yaitu Haji Naipin yang sekaligus mengajarinya ilmu silat serta ilmu bela diri lainnya.
Baca Juga:Berawal Cekcok, Anggota Perguruan Silat di Solo Keroyok Pengunjung Cafe
Masyarakat dulu diwajibkan untuk membayar pajak kepada partikelir yang berkuasa di daerah masing-masing, sedari kecil Pitung melihat penindasan itu terjadi terhadap keluarga dan masyarakat sekitarnya, oleh karena itu Pitung memiliki keinginan untuk membantu rakyat kecil.
Pitung merampok rumah-rumah saudagar-saudagar kaya yang kemudian memberikan uang tersebut kepada rakyat miskin. Aksi-aksi yang dilakukan oleh Pitung ini membuatnya ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke kantor Kontrolir Scout Hryne dan dipenjarakan di Grogol, dan terekam dalam surat kabar Hindia Olanda juga salah satu buronan kelas kakap polisi kolonial.
Ada banyak perbedaan penyebutan nama Pitung di surat kabar tersebut, yang terkadang disebut si Bitoeng atau Pitang, kemudian secara konsisten editor Hindia Olanda menyebutnya dengan si Pitoeng.
Sejarawan Belanda, Margreet van Till dalam Banditry in West Java: 1869-1942 (2010:hlm.137), melakukan penelusuran mengenai kisah Pitung yang diketahui Pitung memiliki nama asli sebagai Salihoen, berdasarkan cerita lisan Si Pitung merupakan turunan dari bahasa Jawa, Pituan Pitulung atau kelompok tujuh).
Sosok Pitung yang kerap masuk pemberitaan Hindia Olanda yang digambarkan sebagai perampok kelas kakap dan buron polisi Belanda ini, justru mendapat banyak dukungan khususnya kalangan bawah penduduk Ommelanden termasuk masyarakat Tionghoa kalangan bawah yang kecewa terhadap perubahan aspek sosial-ekonomi di Ommelanden.
Baca Juga:Jember Bakal Tegas Tertibkan Tugu Perguruan Silat di Lahan Publik
Selain itu sepanjang abad ke- 18 hingga19 Ommelanden telah menjadi kawasan multienik.
Memasuki awal abad ke-20, cerita Pitung masih cukup populer kemudian hal ini di manfaatkan oleh Wong bersaudara mengangkat kisah Pitung pertama kalinya ke layar perak pada tahun 1931.
Hingga kematian Pitung pun memiliki beragam versi, salah satunya dituturkan oleh pengurus sanggar Betawi si Pitung, Bachtiar. didalam versi tersebut diceritakan tubuh Pitung yang dikuburkan secara terpisah seperti di Jembatan Lima dan Pulau Onrust, dengan tujuan badanya tidak menyatu lagi karena Pitung memiliki Ilmu rawe Rontek yang diketahui dapat menghidupkan seseorang dari kematiannya.
Diyakini makam Pitung saat ini berlokasi di sisi kanan depan gedung Telkom, Jl Palmerah Utara No.80 Kebayoran Lama, Jakarta Barat, tepatnya dibawah pohon bambu yang hanya ditandai dengan batu bata tanah di pinggirannya sebagai tanda.
Terlalu banyaknya cerita jawara Betawi ini, yang meleburkan unsur sejarah dengan mitos masyarakat menurut Bondan Kanumoyoso sejarawan Universitas Indonesia, dikutip dari tirto.id menyebut Pitung sebagai sosok yang berdiri di antara dua dimensi yaitu memori dan sejarah.
Meskipun riwayatnya tidak selalu sama antara satu dengan yang lainnya, ia mengatakan bahwa hal tersebut tidak perlu dipertentangkan, justru hal itu menjadikan Pitung semakin menarik dan Istimewa.
Sumber: Historia, Encyclopedia Jakarta, Tirto, Jakarta.go.id
Kontributor : Kiki Oktaliani