SuaraJakarta.id - Komisi Nasional atau Komnas Perempuan menyoroti tak dilanjutkannya proses hukum dugaan kasus pencabulan remaja oleh Polres Tangerang Selatan (Tangsel) yang diduga dilakukan seorang pria berinisial T (25).
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyayangkan langkah Polres Tangsel yang tak melanjutkan proses hukum kasus pencabulan yang dialami oleh remaja wanita di Pamulang, Tangerang Selatan.
"Ya tentu keliru besar," kata Bahrul saat dikonfirmasi SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Rabu (20/10/2021).
Diketahui, korban berinisial J mengalami dugaan tindak pencabulan oleh penjaga warung kelontong di dekat rumahnya di Pamulang, Tangsel, pada Senin (18/10/2021) lalu.
Baca Juga:Tak Lanjutkan Proses Hukum Kasus Pencabulan Remaja di Pamulang, Ini Alasan Polres Tangsel
Saat itu, korban tengah membeli gula pasir. Tiba-tiba, korban ditarik masuk ke dalam warung. Bahkan, menurut warga, korban sempat disekap dan digerayangi oleh pelaku.
Aksi itu diketahui ketika korban keluar dari warung dan menangis. Tak lama, keluarga korban pun mendatangi tempat pelaku hingga membuat warga sekitar heboh.
Saat berhasil diamankan, pelaku dibawa ke Polsek Pamulang sebelum kemudian dibawa lagi ke Polres Tangsel.
Terkait ini, Bahrul menilai perlakuan yang dialami korban merupakan tindakan kekerasan seksual dan merupakan delik biasa.
Sehingga, kata Bahrul, pihak kepolisian tetap dapat memproses kasus tersebut tanpa perlu adanya persetujuan dari pelapor atau korban.
Baca Juga:Polres Tangsel Tak Lanjutkan Proses Hukum Pelaku Pencabulan, Pengamat Hukum: Keliru!
"Apa yang terjadi pada korban tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual dan bukan merupakan delik aduan. Sesuai dengan Pasal 285 KUHP bahwa kekerasan seksual adalah delik biasa, dan bukan delik aduan. Karena itu, polisi dapat memproses kasus perkosaan tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban," ungkap Bahrul.
Bahrul mendesak pihak kepolisian agar dapat melanjutkan kembali proses hukum terhadap pelaku pencabulan di Pamulang Tangsel tersebut.
"Menurut saya polisi harus menangkap pelaku dan memproses pelaku secara hukum, tidak harus menunggu laporan korban," tegasnya.
Bahrul juga meminta agar masyarakat dan semua pihak harus mendukung korban dan keluarganya untuk memproses secara hukum kasus kekerasan seksual tersebut.
"Komnas Perempuan berharap polisi segera menangkap pelaku dan memproses kasus tersebut secara hukum," pungkasnya.
Alasan Proses Hukum Tak Dilanjutkan
Sebelumnya, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tangsel, Ipda Tita Puspita Agustin menjelaskan, proses hukum kasus tersebut tak dilanjutkan karena pihak keluarga korban tak membuat laporan.
"Karena keluarga korban merasa masih kerabat dengan pelaku sehingga tidak mau membuat laporan," kata Tita saat dikonfirmasi SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Rabu (20/10/2021).
Tita menuturkan, kasus pencabulan itu terjadi pada Senin (18/10/2021) sekira pukul 15.00 WIB. Saat itu, korban membeli gula pasir di warung kelontong dan dilayani oleh pelaku.
"Tiba-tiba pelaku menarik tangan korban ke dalam warung, kemudian pelaku memeluk korban mencium dan meraba-raba payudara korban," tuturnya.
Korban, kata Tita, kemudian berhasil melepaskan diri dari jeratan pelaku ketika ada salah satu warga yang membeli di warung pelaku.
"Tidak lama kemudian ada pembeli datang. Saat itu juga pelaku langsung melepaskan pelukannya sehingga korban bisa melarikan diri keluar warung dan kembali ke rumah. Dan melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya," ungkapnya.
Kini, kasus pencabulan itu tak dilanjutkan proses hukumnya lantaran diambil berdasarkan permintaan dari keluarga korban yang tidak ingin melanjutkan kasus tersebut.
"Karena kami kan hanya mengikuti permintaan keluarga korban untuk tidak memperpanjang permasalahan, dari keluarga korban sendiri tidak ingin membuat laporan polisi," katanya.
Disekap dan Dicabuli
Sebelumnya diberitakan, nasib malang dialami remaja berusia 15 tahun di Kelurahan Kedaung Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Remaja berinisial J itu jadi korban pencabulan penjaga warung kelontong di dekat rumahnya.
Agus, salah seorang warga sekitar mengatakan, aksi pencabulan itu diketahui ketika korban menangis keluar dari warung kelontong yang ada di samping rumahnya.
Saat itu, kata Agus, korban diminta orang tuanya untuk membeli gula putih di warung pelaku. Tetapi, korban cukup lama berbelanja di warung pelaku.
"Jadi korban ini disuruh beli gula ke warung pelaku, tapi agak lama. Tiba-tiba kembali sambil menangis," kata Agus ditemui SuaraJakarta.id, Senin (18/10/2021).
Setelah korban pulang ke rumahnya, tiba-tiba suasana jadi ramai setelah orang tua korban berteriak bahwa telah terjadi pencabulan terhadap putrinya yang dilakukan pelaku di warung kelontong.
"Katanya sudah dimasukin ke kamar, sudah disekap di kamar. Kemudian ada warga yang beli lalu korban lepas, jalan pulang sambil nangis. Emaknya datang ke warung marah-marah," terang Agus.
Mendengar keributan itu, kata Agus, warga langsung berkerumun. Beruntung ada sejumlah warga yang mengamankan pelaku pencabulan itu sehingga tak diamuk massa.
Agus menuturkan, meski masih berusia belasan tahun, korban diketahui sudah berkeluarga, memiliki suami dan anak.
"Korban sudah berkeluarga, di sini lagi main di rumah saudaranya," tuturnya.
Soal pelaku, Agus tak memgetahui betul identitasnya. Pasalnya, pelaku diketahui baru sekira tiga bulan menjaga warung kelontong tersebut.
"Kita nggak tahu, tadi ditanya identitasnya juga nggak punya KTP. Baru sekitar dua-tiga bulan di sini, emang ganti-ganti terus orangnya (penjaga warung tersebut—red)," ungkapnya.
Sementara itu, S ibu korban pencabulan, terlihat masih syok atas peristiwa yang dialami putrinya. S pun enggan memberikan keterangan saat ditemui SuaraJakarta.id, Senin (18/10/2021) malam.
"Enggak, enggak. Sudah selesai, sudah damai," kata S sambil menggendong cucu atau anak korban.
Kontributor : Wivy Hikmatullah