SuaraJakarta.id - Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK pun telah menjadwalkan pemeriksaan saksi terhadap Plt Kepala SMK 7 Tangsel dan saksi lainnya.
Tetapi, saksi tersebut tidak datang sesuai jadwal undangan dan dianggap tidak kooperatif. Dikonfirmasi terkait hal itu, Plt Kepala SMKN 7 Tangsel Aceng Haruji mengaku terkejut lantaran dianggap tidak kooperatif.
Dia mengaku hingga saat ini tak ada surat dan penjadwalan apapun yang dia terima dari KPK untuk memberi keterangan sebagai saksi soal dugaan kasus korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel.
"Sampai sekarang saya belum menerima surat panggilan, saya nggak tahu ada surat panggilan itu. Kalau ada ya saya kooperatif datanglah," kata Aceng kepada SuaraJakarta.id, Kamis (11/11/2021).
Baca Juga:Sudah 3 Hari Sepeda Dicuri, Polres Tangsel Sebut Arief Muhammad Tak Buat Laporan
Aceng mengaku terkejut ketika ramai pemberitaan soal KPK menyebut dirinya tidak kooperatif. Dia pun coba menelusuri kemungkinan adanya surat panggilan tersebut baik di sekolah dan di rumahnya.
"Saya juga sudah telusuri, apakah betul ada surat mungkin tercecer atau apa ternyata memang teman-teman di sekolah mulai dari satpam sampai ke TU tidak ada surat masuk dari KPK, termasuk di rumah juga nggak ada," ungkapnya.
Dia pun turut menannyakan, bagaimana prosedur pengiriman surat panggilan dari KPK tersebut. Mulai dari alamat pengiriman hingga pemberitahuan soal adanya surat panggilan tersebut.
"Dalam pengiriman surat tuh prosedurnya gimana? Kalau ada surat saya siap untuk datang, kooperatiflah. Menjelaskan apa adanya. Saya senang kalau dipanggil, karena saya bisa klarifikasi tidak terlibat," paparnya.
Lebih lanjut, Aceng bercerita, pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel itu bermula dilakukan pada 2016. Saat itu pihaknya belum memiliki lahan dan gedung sekolah sendiri dan masih menumpang di sekolah lain.
Baca Juga:Kepsek SMKN 7 Tangsel Mangkir, Aceng Wajib Penuhi Pemanggilan Selanjutnya di KPK
Pada 2017, kata Aceng, kemudian ada instruksi dari Gubernur Banten bagi sekolah yang belum memiliki lahan dan gedung untuk mencari informasi pengadaan lahan.
Aceng pun mengajukan lahan di wilayah Pisangan, Ciputat Timur. Luas lahannya diperkirakan 6.000 meter dan memiliki surat-surat lengkap.
Tetapi, di tahun yang sama kemudian sudah keluar hasil lahan untuk SMKN 7 Tangsel di lahan yang saat ini ditempati di Jalan Cempaka 3, Rengas, Ciputat Timur.
"Kalau lahan sekarang bukan yang saya ajukan, saya juga nggak tahu. Tahu-tahu saya juga kaget kok lahannya bisa di situ. Saya nggak tahu siapa yang memutuskan," terang Aceng.
"Sebelumnya sempat survei di lahan milik Pak Franky yang ada di sebelah lahan sekolah yang sekarang, tapi saya nggak ada suratnya," tambahnya.
Di lahan sekira 5.900 meter itu kemudian dibangun sekolah pada 2018 dan ditempati pertengahan 2019. Semula, Aceng dan pihak warga SMKN 7 Tangsel menyambut antusias dan senang memiliki lahan dan gedung sekolah sendiri.
Tetapi, dia terkejut lantaran proses pengadaan lahannya kemudian bermasalah hingga diusut oleh KPK. Menurutnya, hal itu merepotkan dan kecewa. Pasalnya, lahan sekolah tersebut tak memiliki akses yang layak.
"Saya juga sangat kecewa sekali dengan pengadaan di situ, akses juga nggak ada sempit. Saya juga sangat kecewa lah. Awalnya sih saya senang ada lahan, gedungnya daripada numpang dan ternyata bermasalah. Otomatis saya juga ya kerepotan juga. Alhamdulillah saya nggak terlibat di sana, terus terang aja nggak tahu," beber Aceng.
Meski sudah menjabat sejak 2016, hingga saat ini Aceng masih berstatus sebagai Plt Kepala SMKN 7 Tangsel. Dia pun mengaku pernah satu kali mendatangi kantor KPK untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di sekolahnya itu.
"Pernah ada panggilan pertama kira-kira setahun yang lalu terkait klarifikasi sebagai kepala sekolah dan saya sampaikan apa adanya. Dan memang saya tidak tahu masalah pengadaan," pungkasnya.
Kontributor : Wivy Hikmatullah