SuaraJakarta.id - Produsen tahu dan tempe mengancam akan melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari, mulai 21-23 Februari 2022, lantaran harga kacang kedelai yang terus menanjak. Harga kedelai saat ini mencapai Rp 11.500 per kilogram (kg) dari sebelumnya yang hanya Rp 9.000/kg.
Salah satu produsen tempe di Jakarta Barat, Abdul Hakim (34) mengatakan, pihaknya bersama Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) dan organisasi produsen tempe dan tahu telah melakukan musyawarah.
"Jadi itukan mogok dagang untuk sementara masih diadakannya mogok dagang. Kalau adanya aksi itu ada selembaran lagi nanti ada aksi apa," ujarnya saat ditemui di Kembangan, Jakarta Barat, Senin (14/2/2022).
Mogok produksi itu, kata Abdul, akan dilakukan oleh para produsen tahu dan tempe di kawasan Jabodetabek.
Abdul bahkan mengatakan, aksi serupa bakal terus dilakukan jika harga bahan pokok pembuatan tahu dan tempe ini masih tinggi.
"Kalau mogok diharuskan untuk semuanya. Kalau ada yang dagang akan disamperin dari semua organisasi karena sudah ada lampiran. Yang saya tahu bukan Jakarta Barat aja, kemungkinan Jabodetabek," tutur Abdul.
Abdul mengaku kenaikan harga kedelai sangat berdampak pada pendapatannya. Sebab ia harus menambah modal akibat nilai produksi yang mahal dan penjualan yang tidak ada kenaikan.
Sebelumnya, lanjut Abdul, ia pernah mensiasati untuk mengurangi ukuran, sebelum menaikan harga. Namun, jika terus dikurangi, ukuran tempe yang ia jual pasti akan lebih mengecil.
"Kemarin naik Rp 500 aja pedagang protesnya bukan main. Kita sempat ngecilin ukuran, tapi kalau naik terus masa ukurannya jadi kecil banget," jelasnya.
Abdul sendiri telah menjadi produsen tempe selama 10 tahun. Di lokasi tersebut, kata Abdul, ada sekitar 24 pengrajin tempe di sana.
Abdul mengaku, dapat menghabiskan 50-80 kg kacang kedelai per hari untuk sekali produksi.
Abdul menjadi dilema dengan keadaan yang saat ini. Di satu sisi ia tidak mungkin melakukan produksi jika terus menambah modal. Padahal keuntungan yang ia dapat tidak bertambah.
Sementara jika ia berhenti menjadi produsen tempe, ia pun bingung harus berprofesi sebagai apa.
"Dilema, satu sisi enggak mungkin nombokin tiap hari. Tapi kalau ganti profesi mau jadi apa," ungkapnya
Abdul berharap agar pemerintah dapat menstabilkan harga kedelai dan menetapkan harga standar kacang kedelai. Sehingga modal yang dia keluarkan tidak bertambah.
"Kalau bisa ada penyetopan kenaikan, mungkin kalau ada kestandaran distandarkan jangan sampai naik tiap hari. Kalau bisa disetop harga berapa sudah anteng, jadi tidak mengambil modal kita," pungkasnya.
Kontributor : Faqih Fathurrahman