“Saya ingin mengingatkan kembali, 85% milenial melakukan pembelian setelah melihat video. Video merupakan hal yang sangat penting. Jumlah toko buku baru-baru ini dikabarkan menurun karena mungkin bagaimana milenial melihat informasi lebih didapatkan lewat gambar-gambar,” ujar Ihsan dari sumber Collormatics 2022.
“Itulah yang menggambarkan Youtube merupakan salah satu bagian yang penting bagi milenial,” tambahnya.
Lainnya, 29% dilaporkan bahwa milenial menemukan video lebih memorable dibanding bentuk konten lainnya, 46% milenial memilih konten video untuk melihat konten merek dan pemasaran dibanding bentuk konten lainnya, dan 66% milenial engage atau terlibat dengan sebuah merek setelah menonton videonya di media sosial.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (RI), Angela Tanoesodibjo juga turut hadir selaku keynote speaker dalam acara tersebut. Angela menjelaskan bahwa Indonesia kini telah memasuki era bonus demografi, dengan hampir 70% jumlah populasi berusia produktif mulai dari 27 tahun hingga 42 tahun.
Baca Juga:Sri Mulyani: Bisnis E-commerce Marak, Ekonomi Digital Asia Tenggara Melesat
“Indonesia telah memasuki era bonus demografi, di mana hampir 70% dari jumlah populasi berusia produktif atau sekitar 190 juta jiwa. Dari usia produktif ini, 30%-nya adalah generasi milenial, berusia 27 tahun hingga 42 tahun. Rentang umur ini adalah rentang umur lebih mapan dan matang, namun pada saat bersamaan mereka cukup agile atau mudah beradaptasi terhadap berbagai perubahan,” ujar Angela.
Angela menambahkan, generasi milenial adalah generasi konsumtif, namun tetap bertanggung jawab dan melek digital.
“Mereka generasi konsumtif, memiliki kebutuhan, dan memiliki tanggung jawab pada pribadi dan keluarga, dan melek digital. Mudah sekali menarik mereka dengan berbagai tawaran produk di e-commerce," katanya.
Angela juga mengutip sebuah riset bahwa selama masa pandemi Covid-19, generasi milenial adalah kelompok tertinggi melakukan transaksi selama masa tersebut.
“Konsumsi generasi milenial sangatlah penting, bahkan sebetulnya bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
“Kita perlu mendukung para pelaku bisnis dalam negeri untuk bisa memaksimalkan potensi ini,” ajak Angela.
Cara yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan platform e-commerce untuk menjadi point of sales baru, serta melakukan pendampingan untuk menciptakan promosi atau tawaran produk yang dapat menarik pembeli. Hal tersebut selaras dengan program pemerintah Gerakan Bangga Indonesia (GBI) yang telah onboard bersama 21 juta pelaku UKM masuk ke platform digital.
Bahkan program ini berkembang menjadi program Bangga Berwisata di Indonesia Aja. Angela menjelaskan, pemerintah juga perlu mendorong pelaku bisnis digital agar lebih kompetitif. Tantangan ke depan, bagaimana pelaku bisnis dapat menemukan keseimbangan dan memaksimalkan penggunaan offline dan online agar tetap menjadi komplementer.
“Bagaimana pebisnis ini menemukan balance atau keseimbangan, dan memaksimalkan penggunaan offline dan online sebagai komplementer. Sejak pandemi membaik, konsumen mulai belanja offline,” ujar Angela.
Menurut pemaparannya, capaian transaksi e-commerce tahun 2022 sebesar Rp476 triliun, sedikit lebih rendah dari target Bank Indonesia yakni Rp489 triliun. Tantangan berikutnya adalah besarnya usia pencari kerja. Pemerintah perlu meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Angela menambahkan, dengan adanya tren digitalisasi ini, pemerintah dan masyarakat perlu menjaga tren konsumsi produk dalam negeri. Karenanya, pemerintah terus mendorong penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas daya saing produk, layanan dan merek dalam negeri agar terus menjadi pilihan konsumen, melalui peningkatan investasi, mindset entrepreneurship, dan penguatan ekosistem UMKM lokal.