Sidang Sengketa Lahan Hotel di GBK: Saksi Beberkan Dampak ke Okupansi dan Karyawan

Kasus ini jadi perhatian serius karena menyangkut kepemilikan lahan strategis di kawasan Gelora Bung Karno.

Rully Fauzi
Jum'at, 17 Oktober 2025 | 11:55 WIB
Sidang Sengketa Lahan Hotel di GBK: Saksi Beberkan Dampak ke Okupansi dan Karyawan
Ilustrasi Hotel Sultan Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  •  

SuaraJakarta.id - Sidang lanjutan sengketa lahan antara PT Indobuildco melawan Kementerian Sekretariat Negara (Mensesneg) bersama Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (16/10/2025).

Sidang tersebut telah memasuki tahap pemeriksaan saksi fakta dan ahli. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut kepemilikan lahan strategis di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Sengketa tersebut berawal dari klaim pemerintah atas tanah yang selama ini digunakan untuk pengelolaan Hotel Sultan oleh PT Indobuildco.

Pada sidang kali ini, PT Indobuildco menghadirkan saksi fakta bernama Yunus Yamanie, yang telah bekerja di Hotel Sultan selama tiga dekade dan menjabat sebagai General Affairs.

Yunus mengaku tidak mengetahui adanya klaim dan tagihan royalti yang diajukan pemerintah melalui Mensesneg maupun PPKGBK.

"Saya tidak pernah mendengar dan tidak pernah mengetahui adanya royalti yang diajukan oleh Mensesneg maupun PPKGBK. Saya baru tahu soal tagihan dan klaim tersebut," ujar Yunus di hadapan Majelis Hakim.

Untuk diketahui, pemerintah menggugat PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan agar membayar royalti sebesar 45 juta dolar AS atau sekitar Rp742,5 miliar (kurs Rp16.500 per dolar AS). Gugatan itu terkait penggunaan lahan negara di kawasan GBK yang dinilai belum memenuhi kewajiban pembayaran.

Sengketa ini bermula dari langkah pemerintah yang berniat mengeksekusi putusan pengadilan atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) No.169/HPL/BPN/89 di Blok 15 GBK dengan luas 2.664.210 meter persegi.

Berdasarkan putusan tersebut, tanah yang disengketakan dikembalikan menjadi milik negara, sementara Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora yang habis masa berlakunya pada awal 2023 tidak dapat diperpanjang.

Namun PT Indobuildco menegaskan bahwa HGB No. 26 dan No. 27/Gelora, yang menjadi lokasi berdirinya Hotel Sultan, diterbitkan di atas tanah negara bebas, bukan di atas tanah dengan HPL No. 1/Gelora.

Karena itu, mereka menilai pembaruan HGB tidak membutuhkan rekomendasi dari Mensesneg maupun PPKGBK selaku pemegang HPL.

‎"Sepanjang pengetahuan saya, itu bukan perjanjian, tapi penunjukan oleh Gubernur DKI," jelas Yunus.

Berdasarkan catatan, HGB No. 26/Gelora berakhir pada 4 Maret 2023, sementara HGB No. 27/Gelora berakhir pada 3 April 2023.

Sejak tahun 2024, Kementerian Sekretariat Negara telah melayangkan somasi kepada PT Indobuildco agar mengosongkan bangunan tersebut.

PT Indobuildco sendiri diketahui telah mengelola dan memiliki Hotel Sultan sejak tahun 1982. Perusahaan milik Pontjo Sutowo itu mengoperasikan hotel di atas lahan seluas 13 hektare yang tercatat dalam dua sertifikat HGB tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini