Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Rabu, 21 April 2021 | 08:05 WIB
Sejumlah anak jalanan tengah mendengarkan ceramah yang disampaikan Hidayat Shaleh, pendiri Majelis Preman, yang berlokasi di Jalan Perdata 1 Nomor 12 B, Pengayoman, Kota Tangerang. [SuaraJakarta.id/Muhammad Jehan Nurhakim]

Awalnya, Hidayat melakukan pendekatan dengan berdandan ala anak jalanan. Bertahun-tahun ia melakukan pendekatan kepada para anak jalanan itu.

Bahkan tak jarang dirinya mendapatkan tantangan saat mencoba melakukan pendekatan tersebut.

Meski begitu, ia tak menyerah dan terus melakukan pendekatan hingga mereka merasakan titik jenuh dalam kehidupannya hingga akhirnya ingin bergabung ke Majelis Preman ini.

"Bertahun-tahun kita tunggu titik jenuh, sampai akhirnnya mereka ingin berubah. Kalau mereka belum punya keinginan berubah kita tidak paksa, karena percuma. (Jadi) Ada yang gampang banget, ada yang datang sendiri, ada yang justru agak susah, ada (pula) yang nantang," kata Hidayat.

Baca Juga: Kemendikbud Akui Salah Soal Hilangnya Nama Pendiri NU dalam Kamus Sejarah

"Jadi pendekatan kayak ayah dan anak, belajar mendengar keluhan-keluhan itu dan menggali potensi mereka," imbuhnya.

Dalam proses pengajarannya, anak-anak jalanan ini diajarkan beretika terhadap orang lain. Hidyat mengakui bahwa ia tidak banyak memberikan ilmu-ilmu syariat agama.

Karena menurutnya, hal yang penting saat ini membangunkan pola berpikir anak jalanan tersebut. Agar mampu memahami adab dan etika terhadap orang lain.

"Saya hanya ajarkan adab sih, enggak lebih. Rata-rata mereka dianggap kriminal, makanya saya tekankan adab," ucap Hidayat sambil tersenyum.

Pelajaran mengenai adab ini seperti yang telah dilakukan para ulama terdahulu. Contohnya Imam Malik RA yang menekankan pentingnya mendahulukan adab daripada ilmu.

Baca Juga: Profil KH Hasyim Asyari, Pendiri NU yang Namanya Hilang di Buku Sejarah

"Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu," demikian perkataan Imam Malik yang pernah disampaikan kepada seorang pemuda Quraisy.

Load More