Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Sabtu, 08 Mei 2021 | 19:00 WIB
Suasana Itikaf di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (25/5). [Suara.com/foto]

SuaraJakarta.id - Pada 10 hari terakhir Ramadhan, Baginda Nabi Muhammad SAW selalu melakukan itikaf dan tak pernah ditinggalkan sampai beliau wafat.

Hal ini sebagaimana diceritakan Aisyah RA bahwa: "Nabi SAW (selalu) beritikaf di 10 terakhir bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau." (HR Bukhari & Muslim).

Dikutip dari Ayobandung.com—jaringan Suara.com—i'tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan segala kegiatan ibadah. Untuk beritikaf seseorang harus memenuhi beberapa syarat berikut.

Ustaz Saiyid Mahadhir dalam bukunya berjudul “Bekal Ramadhan dan Idul Fitri: Itikaf” menjelaskan, para ulama fiqih menyebut ada tiga syarat khusus yang tercantum dalam kitab Bada’I Al-Kasani dan Al-Majmu’.

Baca Juga: Keutamaan Itikaf Saat Ramadhan, Sunnah yang Tak Pernah Ditinggal Rasulullah

Pertama, seseorang harus beragama Islam. Kedua, dia harus berakal. Ketiga, dia harus suci dari hadas besar.

Orang yang berhadas besar dilarang berada dalam masjid sebagaimana disampaikan Allah SWT dalam firman-Nya di Surat An-Nisa ayat 43:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekadar berlalu saja hingga kamu mandi."

Perempuan yang tengah haid dan nifas juga tidak diperbolehkan untuk beritikaf.

Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak kuhalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub,” (HR Abu Daud).

Baca Juga: Jemaah Masjid Hidupkan 10 Malam Terakhir Ramadhan Dengan Khatam Alquran

Selain tiga syarat khusus itu, ada pula syarat lain. Menurut mayoritas ulama seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi, itikaf tidak wajib bagi orang yang berpuasa walaupun lebih afdhal saat berpuasa karena dilaksanakan saat Ramadan.

Jika dilaksanakan di luar Ramadan tanpa ada puasa sama sekali hukumnya tetap sah seperti sah itikaf di malam hari.

Imam an-Nawawi mengatakan dalam Al-Majmu', “Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa madzhab kami (As-Syafi’i) menilai puasa untuk itikaf hukumnya mustahab (sunnah) bukan syarat untuk sahnya itikaf, dan ini pendapat Hasan Al-Bashri, Abu Tsaur, Daud, Ibnu Al-Mundzir, dan juga riwayat paling shahih dari Imam Ahmad”.

Ini juga berdasarkan dari penjelasan Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad SAW pernah beritikaf di bulan Syawal (HR Muslim).

Adapun rukun itikaf sebagai berikut.

Niat

Sama dengan ibadah lain, menurut mayoritas ulama, niat adalah salah satu rukun terpenting itikaf.

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh setiap pekerjaan itu bergantung dengan niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan” (HR. Muslim)

Berdiam di Masjid

Selama berdiam diri di masjid, hendaknya orang-orang yang beritikaf atau disebut mu’takifin memaksimalkan rangkaian ibadah, yakni salat wajib, salat sunnah, berzikir, dan membaca Alquran.

Mu’takifin juga boleh mengkhatamkan Alquran selama itikaf.

Load More