Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 10 Juni 2021 | 18:18 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mendapat roti buaya dari sejumlah relawan Ahok-Djarot di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/8).

SuaraJakarta.id - Asal usul roti buaya jadi lambang kesetiaan pernikahan adat betawi. Bahkan dalam pernikahan adat Betawi, tak afdol rasanya dan wajib bagi seorang pria untuk membawa seserahan berupa roti buaya saat akad nikah.

Seserahan roti buaya ini sudah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda dan masih dilakukan hingga saat ini.

Menurut budayawan Betwai dikutip dari pariwisataindonesia.id wujud buaya dipilih berdasarkan geografis Jakarta masa itu yang banyak dikelilingi oleh sungai, yang membuat masyaakat kerap berjumpa dengan buaya, selain itu terdapat mitos tentang buaya putih yang menjadi penunggu entuk atau sumber mata air.

Buaya tersebut menjaga dengan penuh kesetiaan sumber mata air sekaligus sumber kehidupan masyarakat, sehingga buaya dijadikan sebagai simbol kehidupan.

Baca Juga: Asal Usul Lenong Betawi, Daftar 5 Pelawak Legenda Lahir dari Lenong

Selain itu secara historis roti buaya merupakan kreasi makanan yang ditinggalkan oleh bangsa Belanda. Masyarakat Betawi zaman dahulu hanya menggunakan kayu, daun kelapa dan kemudian kue untuk dibentuk menyerupai buaya, yang kemudian diletakkan di depan rumah sebagai tanda perempuan tersebut sudah dipersunting.

Roti Buaya. (@jimboybakery/Instagram)

Setelah masyarakat Belanda membawa alat pembuat roti, sejak masa itulah masyarakat Betawi memanfaatkan teknologi yang ada untuk membuat roti berbentuk buaya.

Meskipun Buaya kerap dikonotasikan buruk dan kerap disandingkan dengan sebutan "buaya darat" namun di habitat aslinya, Buaya merupakan hewan yang setia pada pasangannya.

Buaya jantan tidak akan akan mencari pasangan baru ketika sang betina mati alias hewan monogami.

Bahkan buaya jantan sangat protektif dalam menjaga betinanya yang sedang bertelur, saat musim kawin tiba buaya jantan juga akan kembali memilih pasangan yang telah dimiliki sebelumnya.

Baca Juga: Asal Usul Kerak Telor Jakarta Belum Banyak Diketahui, Ternyata Makanan Bangsawan dan Tajir

Tak mengherankan mengapa karakter buaya dijadikan lambang dalam seserahan berbentuk roti.

Roti buaya yang digunakan untuk hantaran pengantin memiliki cita rasa tawar dan bertekstur keras serta padat dengan panjang 60-70 cm tergantung dari kemampuan ekonomi calon mempelai pria, biasanya juga roti ini dibawa sebanyak dua buah yaitu roti buaya jantan dan betina atau satu buaya besar dan diletakkan buaya kecil di atasnya sebagai lambang keturunan.

Roti buaya akan diletakkan di ruangan selama akad berlangsung, setelah itu roti buaya akan dibawa ke dalam ruang tidur pengantin untuk diletakkan di atas lemari hingga roti tersebut membusuk dan hancur dengan sendirinya.

Kemudian banyak anggapan bahwa hal tersebut menyia-nyiakan makanan maka pembuat roti buaya membuat adonannya lebih lembut lagi dan kemudian dipotong untuk dibagi-bagikan terutama pada gadis berusia 25 hingga 30 tahun, dengan harapan agar mereka segera dilamar oleh kekasihnya.

Kontributor : Kiki Oktaliani

Load More