Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 17 Juni 2021 | 19:29 WIB
Rumah Belanda 1891 Cilenggang yang berada di Jalan Cilenggang III RT 12 RW 4 Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) hingga kini masih kokoh berdiri dengan tegapnya. [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Usianya sudah lebih dari seabad. Namun dua bangunan rumah Belanda yang berada di Jalan Cilenggang III RT 12 Rw 4 Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) itu hingga kini masih kokoh berdiri dengan tegapnya.

Bangunan bersejarah yang menyimpan banyak cerita era penjajahan Belanda di Cilenggang Tangsel itu kesohor dengan nama Rumah Belanda 1891 Cilenggang.

Dinamai demikian karena berdasarkan tahun yang dianggap waktu pembangunan rumah Belanda itu, walaupun muncul beragam versi terkait waktu pembangunannya.

Meski sudah berusia 130 tahun, bangunan tembok Rumah Belanda 1891 Cilenggang masih sangat kokoh. Diperkirakan luas bangunannya masing-masing total 700 meter persegi.

Baca Juga: Asal Usul Roti Buaya dan Mitos Buaya Putih Penunggu Encuk di Jakarta

Di dalamnya terdapat sejumlah kamar dan ruang rapat. Pintunya cukup tinggi sekira 3 meter dan jendela sekira 2 meter. Baik tembok luar dan dalam diselimuti cat warna cream.

Sulaiman, Ketua RT setempat sekaligus sukarelawan yang merawat Rumah Belanda 1891 Cilenggang bercerita, dua bangunan itu dahulu merupakan rumah dari salah seorang pejabat yang disebut Demang.

Demang merupakan pejabat yang berwenang mengelola perkebunan. Rumah itu dibangun seiring dengan pembukaan lahan pertanian di kawasan Cilenggang, Serpong oleh pemerintah Hindia-Belanda.

"Pada saat itu rumah Belanda ini diisi oleh pejabat tinggi Demang atau setingkat kepala dinas," katanya kepada SuaraJakarta.id.

Baca Juga: Berwisata ke Kebun Raya Bogor Penyebab Asmara Kandas, Mitos atau Fakta?

Pusat Ekonomi Rakyat

Sulaiman menerangkan, pembangunan perkebunan itu diperkirakan dilakukan pada tahun 1800-an. Saat itu, luas perkebunan mencapai 150 hektare. Saat itu karet dan tebu jadi komoditi besar.

Tetapi, lahannya sudah habis dimiliki pengembang besar untuk melakukan pembangunan kawasan elit besar-besaran.

"Ini eks perkebenunan sekira tahun 1800-an. Pemerintah Hindia-Belanda membangun perkebunan jadi pusat ekonomi rakyat tempo dulu. Dari 150 hektare, sisanya tinggal 7,3 hektare," terang Sulaiman.

Sulaiman mengaku tak begitu banyak tahu soal sejarah Rumah Belanda 1891 Cilenggang.

Tetapi, dari cerita orang tuanya, selain rumah, bangunan tersebut sering dijadikan tempat rapat dan menggelar pesta para pejabat.

Selain dua rumah Belanda itu, dahulu lanjut Sulaiman, terdapat satu gedung direktur perkebunan yang cukup megah.

Bentuknya seperti gedung Istana Negara saat ini. Sayangnya, kini gedung tersebut sudah rata dengan tanah.

Tak jelas, mengapa bangunan gedung itu diratakan. Padahal, kata Sulaiman, jika dibiarkan ada, gedung tersebut menjadi bukti peninggalan sejarah di Cilenggang Tangsel.

"Dulu ada gedung direktur perkebunan hampir mirip gedung Istana Negara. Tetapi sudah dihancurkan. Sayang banget, padahal saksi sejarah dulu Serpong jadi pusat ekonomi masyarakat," ungkapnya.

Sulaiman, Ketua RT sekaligus sukarelawan yang merawat Rumah Belanda 1891 Cilenggang. [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Cagar Budaya

Sedangkan nasib dua Rumah Belanda 1891 Cilenggang itu kini dibiarkan usang. Plafon atapnya sudah banyak yang rapuh, genting atapnya pun rawan jatuh. Kaca jendela pun banyak yang pecah. Sementara pintu kayu sudah mulai rapuh.

Bahkan, satu rumah Belanda yang persis berada di samping rumah Sulaiman itu ditumbuhi rerumputan liar yang menjalar hingga atap rumah. Hampir menutupi keseluruhan bangunan.

Sebagai sukarelawan, Sulaiman tak bisa berbuat banyak. Dia yang juga anak dari mantan pegawai perkebunan itu hanya bisa merawat semampunya.

Yakni membersihkan rerumputan di sekitarnya agar tak terlalu dipenuhi semak belukar sehingga terkesan membuat suasana angker. Lahan samping rumah Belanda itu pun dia tanami pisang dan singkong.

Sulaiman menyayangkan sikap pemerintah setempat yang belum peduli terhadap bangunan yang punya nilai sejarah itu.

Padahal, Rumah Belanda 1891 Cilenggang sudah didata untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Tetapi, tak kunjung ada perbaikan.

"Bangunan sangat memprihatinkan rusak berat. Memang butuh perhatian semua pihak, pemerintah dan juga masyarakat," ungkapnya.

Rumah Belanda 1891 Cilenggang yang berada di Jalan Cilenggang III RT 12 RW 4 Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) ditutupi rerimbunan tanaman. [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Mitos Noni Belanda

Di sisi lain, sebagai bangunan tua yang sudah kosong lama, juga menyimpan kisah mitos yang dialami warga sekitar. Terutama Sulaiman.

Menurutnya, setiap malam Selasa, dirinya mendengar suara ramai dari dua rumah Belanda itu. Seperti sedang ada rapat atau pesta.

Bahkan, dia sering melihat noni Belanda yang diduga pemilik rumah tua itu beraktivitas di sekitar rumah.

"Setiap malam Selasa itu suasananya ramai, biasanya sekira jam dua malam. Pernah saya coba lihat langsung, cuma ada suara ramainya aja. Setelah saya masuk, langsung ada angin seolah keluar, genteng pada jatuh," katanya usai membersihkan rerumputan di sekitar rumah tua itu.

"Kadang ada juga noni-noni Belanda, pakaiannya ya seperti orang dulu, wajahnya sudah agak tua. Tapi saya sih nggak mau ikut campur, urusan masing-masing sudah beda alam," sambungnya sambil menunjuk lokasi kemunculan noni Belanda pemilik rumah.

Beberapa hari lalu, bahkan Sulaiman menemukan kejadian unik. Ada seorang driver ojek online yang mengaku menjemput ke jalan yang mengarah rumah Belanda tersebut. Padahal, jalan tersebut buntu lantaran ada pagar yang terkunci.

"Saya cuma nanya mau ke mana bang?, dia jawabnya katanya mau jemput ke sana (rumah Belanda). Ya saya biarin aja, terus setelah itu ojol-nya baru sadar dan cerita kalau dia jemput di rumah Belanda itu. Warga yang tahu akhirnya geger," bebernya sambil tersenyum mengingat kejadian unik itu.

Terkini, dia dan warga sekitar ingin memanfaatkan Rumah Belanda 1891 Cilenggang itu sebagai salah satu destinasi wisata sejarah di Tangsel.

Tak hanya itu, nantinya di area rumah Belanda itu akan dilengkapi dengan wisata tanaman anggur sehingga jadi daya tarik wisata.

"Konsepnya sedang kita rancang. Bibit-bibit anggurnya sudah mulai kita tanam sama pemuda-pemuda. Nanti kalau sudah terbangun, pasti ekonomi masyarakat di sini bisa ikut terbangun," pungkasnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More