Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Selasa, 17 Agustus 2021 | 17:31 WIB
Kusmiyani, ibu tiga anak yang menjadi badut jalanan demi menafkahi keluarga ditemui di Taman Witana Harja, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (17/8/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Siang itu, Selasa (17/8/2021), di tengah peringatan Hari Kemerdekaan HUT ke-76 RI, seorang badut jalanan membawa bocah lelaki duduk di bawah pohon yang rindang, berteduh dari sengatan sinar matahari yang terik. Sesekali ia mengelap keringat di balik topeng badut dan meneguk air mineral untuk menghilangkan dahaga.

Siapa sangka, di balik topeng badut itu ternyata adalah sesosok perempuan tangguh dan tegar. Namanya Kusmiyani, warga yang tinggal di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Dengan memakai kerudung berwarna krem dan topeng, wanita paruh baya itu menghias kepalanya dengan rambut kribo palsu berwarna-warni mencolok khas badut.

Bocah lelaki yang ikut menemaninya berkeliling menjadi badut jalanan tak lain adalah putra bungsunya. Sembari memakai kostum dan topi merah bertuliskan huruf M seperti tokoh game Mario Bros, bocah lima tahun itu menggenggam bendera Merah Putih kecil, simbol turut memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.

Di balik topeng badut nan lucu, Kusmiyani menyimpan cerita pilu yang mendalam. Wanita berusia 42 tahun itu terpaksa menjadi badut jalanan untuk mencari rezeki guna menafkahi suami dan anak-anaknya.

Baca Juga: Viral Bocah Badut Pengamen Palak Bapak-bapak Tunadaksa Demi Uang Rp 2 Ribu

Sang suami yang setahun lebih tua usianya, sudah tidak mampu lagi bekerja. Kesehatan fisiknya menurun lantaran mengidap penyakit jantung. Praktis, Yani—sapaan akrabnya—kini menjadi tulang punggung keluarga, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.

Tak terasa, sudah lima tahun profesi badut jalanan digeluti Kusmiyani. Terutama sejak sang suami menderita sakit jantung hingga tak bisa lagi menopang kebutuhan hidup keluarga.

"Sudah lima tahunan, sejak bapaknya sakit jantung. Sudah nggak bisa kerja lagi, akhirnya saya harus jadi tulang punggung keluarga," kata Yani saat ditemui SuaraJakarta.id—grup Suara.com—di Taman Witana Harja Pamulang, Tangsel, Selasa (17/8/2021).

Kusmiyani bersama putra bungsunya saat mengamen sebagai badut jalanan di sebuah minimarket di Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (17/8/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Selain kostum badut, Yani hanya membawa sound system berukuran persegi panjang yang dimasukkan ke dalam tas dan digendong menyamping.

Saat lagu diputar, dengan perasaan malu namun terpaksa, Yani berjoget kecil di hadapan orang yang didatanginya. Baik di depan minimarket, warung kelontong, ataupun tempat-tempat jajanan pinggir jalan yang ada aktivitas warga.

Baca Juga: Dikira Mau Demo, Mahasiswa UIN Walisongo Berubah Jadi Badut Demi Hibur Pasien Covid-19

Sementara sang anak berperan membawa plastik bekas bungkus permen dan tas kecil untuk menaruh uang yang didapat. Tanpa kenal lelah dan mengeluh, perlahan setiap tempat disisir Yani dan putranya, berharap kedermawanan orang yang ditemui mereka.

Penghasilan sebagai badut pengamen tak menentu didapat Yani. Dalam sehari paling besar mendapat hingga Rp 100 ribu. Pendapatan itu belum dipotong untuk biaya makan ia dan anaknya, serta ongkos pulang naik angkot.

Dengan penghasilan yang jauh dari pas-pasan itu, Yani masih harus menanggung kebutuhan keluarganya termasuk biaya berobat sang suami. Belum lagi sewa kontrakan per bulan yang Rp 800 ribu.

Sebelumnya, Yani juga dibantu oleh anak pertamanya berusia 16 tahun dengan mengarak ondel-ondel. Meski tak seberapa penghasilannya, namun cukup membantu memenuhi kebutuhan makan keluarga.

Namun, sejak dua bulan lalu, anak pertamanya itu didiagnosis hernia akibat terlalu berat mengarak ondel-ondel. Kini, kondisinya semakin parah lantaran tak kuat berjalan. Hal itu menambah beban baru bagi Yani.

"Kalau beli obat buat bapak sebulan sekali itu Rp 400 ribu, dapatnya cuma setengah strip. Tapi kalau nggak ada uang ya nggak beli obat. Ditambah pengobatan anak sakit hernia, nggak bisa operasi, nggak ada uang. Sekarang makin parah nggak kuat jalan," keluh Yani.

Yani memiliki tiga anak. Usianya 16 tahun, 13 dan 5 tahun. Anak pertama dan kedua sudah tak sekolah, hanya tamat hingga jenjang Sekolah Dasar (SD). Sementara sang bungsu ikut dirinya keliling menjadi badut jalanan.

Yani dan keluarga tinggal di sebuah kontrakan di Kampung Kedong RT 1 RW 2 Jombang, Ciputat, Tangsel. Sehari-hari dia berkeliling dari pagi hingga sore. Seluruh kecamatan di Tangsel sudah dia susuri. Paling jauh, Yani pernah mengamen menjadi badut jalanan sampai ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kusmiyani bersama putra bungsunya saat mengamen sebagai badut jalanan di sebuah minimarket di Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (17/8/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Hal yang membuat kisahnya semakin pilu, Yani ternyata merahasiakan aktivitasnya itu dari para tetangga. Bahkan dari sang suami. Itu dilakukan, agar tak membuat suaminya semakin sakit lantaran tahu istrinya mencari nafkah sebagai pengamen badut jalanan.

"Pada tahunya anak saya ngarak ondel-ondel, itu doang. Kita nutupin suami saya aja, ya takutnya malu istrinya begini sedangkan dia lagi sakit nanti terbebani. Jadi kalau ditanya mau ke mana, saya selalu bilang mau nyari rezeki," ungkap Yani haru.

"Suami nggak tahu aktivitas saya di luar rumah. Karena saya menghormati suami. Walaupun kondisinya sakit dan nggak bisa nafkahi, dia tetap suami yang baik," sambungnya.

SuaraJakarta.id telah mendapat izin dari Kusmiyani untuk menulis cerita ini dengan menyebutkan nama lengkap dalam artikel yang dibuat.

Di tengah pandemi, Yani mengaku sebetulnya khawatir terpapar COVID-19. Terlebih ia turut mengajak anak bungsunya yang masih kecil.

"Ya ngeri nggak ngeri. Habis kalau diam di rumah siapa yang kasih makan. Pemerintah hanya ngasih beras dan uang bulanan Rp 300 ribu, itu pun kadang nggak keluar. Nggak cukup buat beli obat dan kebutuhan lainnya," pungkas Kusmiyani.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More