Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 24 Februari 2022 | 20:10 WIB
Ilustrasi - Aturan pedoman penggunaan toa atau pengeras suara masjid dan musala. (Pexels)

SuaraJakarta.id - Kementerian Agama telah mengeluarkan aturan pengeras suara masjid dan musala. Pedoman ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Terkait itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Tangerang Selatan (MUI Tangsel), KH Saidi mengatakan, aturan pengeras suara masjid tak bisa sepenuhnya diterapkan di Tangsel.

Menurutnya, penerapan aturan tersebut harus menyesuaikan dengan tempat dan budaya di suatu lingkungan masyarakat.

Misalnya, kata Saidi, di lingkungan perkampungan, pengeras suara dari masjid tak perlu diturunkan volumenya atau tetap seperti biasa yang dilakukan.

Baca Juga: Soal Menag Yaqut, Cholil Nafis: Ya Allah, Malas Berkomentar Bandingkan yang Suci dengan Suara Hewan Najis Mughallazah

Tapi, berbeda dengan lingkungan yang padat perumahan, terutama bila warganya lebih mayoritas non-muslim, sehingga volume pengeras suara perlu diatur.

"Ya, yang penting kan pembatasan pengeras suara itu tergantung lingkungan lah. Kalau di desa-desa itu enggak ada gangguan apa-apa, kecuali di komplek ya," kata Saidi kepada SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Kamis (24/2/2022).

Menurutnya, dalam penerapan aturan pengeras suara masjid dan musala, perlu peran tokoh lingkungan yang mampu menjaga kondusifitas.

Sehingga tak menimbulkan kesalahpahaman antar warga yang berbeda agama.

"Memang perlu peran lingkungan setempat untuk melakukan musyawarah. Misalnya di Pamulang aja, penduduknya sudah bermacam-macam, sudah banyak warga berbeda agama. Jadi (pengeras suara masjid) jangan terlalu berlebihan," ungkapnya.

Baca Juga: 'Sentil' Menag Yaqut Analogikan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, MUI Tangsel: Tidak Etis

Sebelumnya diberitakan SuaraJakarta.id, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerangkan, aturan tersebut diterbitkan untuk menjaga keharmonisan di lingkungan. Sehingga tak ada warga yang terganggu dengan penggunaan pengeras suara.

"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silakan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujar Menag di Pekanbaru, Riau, Rabu (23/2/2022).

Menurut Gus Yaqut, panggilan akrabnya, perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.

"Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More