Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah | Faqih Fathurrahman
Kamis, 20 Oktober 2022 | 22:22 WIB
Masjid Jakarta Islamic Center (JIC) di Koja, Jakarta Utara, berdiri di lahan yang dulunya lokalisasi Kramat Tunggak. [Dok. Kominfotik Jakarta Utara]

SuaraJakarta.id - Kubah Masjid Jakarta Islamic Center di Koja, Jakarta Utara, terbakar hebat pada Rabu (19/10/2022) kemarin. Kebakaran itu pun menjadi sorotan publik. Terutama warga DKI Jakarta.

Beruntung tidak ada korban jiwa maupun luka dalam kebakaran itu. Belum diketahui penyebab dari kebakaran ini.

Lantas bagaimana sejarah berdirinya Masjid Jakarta Islamic Center?

Sejarah Jakarta Islamic Center

Baca Juga: Berkat Aksi Heroik Kuli Bangunan, Alquran Raksasa Berbobot 100 Kg di Masjid JIC Selamat dari Kobaran Api

Bangunan Masjid Jakarta Islamic Center berdiri di atas lahan seluas 109.435 meter persegi dengan luas bangunan masjid 2.200 meter persegi. Daya tampung masjid mencapai 20.680 jamaah.

Masjid Jakarta Islamic Center ini merupakan salah satu pusat pembelajaran agama Islam di Jakarta, terkhusus para warga sekitar Koja.

Bukan hanya masjid, wilayah Jakarta Islamic Center ini menjadi lembaga untuk pengkajian dan forum komunikasi muslim yang terbesar di Jakarta.

Suasana terkini Masjid Raya Jakarta Islamic Center pasca bagian kubahnya terbakar, Kamis (20/10/2022). [Foto: Rayfa Haidar Utomo]

Dulunya Lokalisasi Kramat Tunggak

Di lahan Masjid Jakarta Islamic Center ini dulunya merupakan tempat lokalisasi pelacuran. Lokalisasi itu dikenal dengan nama Kramat Tunggak.

Baca Juga: Video Warga Gotong Selamatkan Al Quran Raksasa dari Kebakaran Masjid Jakarta Islamic Center

Lokalisasi Kramat Tunggak disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar di wilayah Asia Tenggara dari kurun waktu 1970-1999.

Di wilayah itu dulu terdapat banyak rumah bordil yang menjajakan wanita-wanita untuk memanjakan para pria hidung belang.

"Satu rumah tuh ada 9-10 orang (pekerja seks komersial). Di sini dulu rumah-rumah mewah," kenang warga sekitar berinisial S kepada Suara.com, Kamis (20/10/2022).

S menceritakan, saat itu ia berprofesi sebagai Keamanan Rakyat (Kamra). Tidak jarang ia menjumpai wanita menangis di atas becak.

Wanita tersebut biasanya menangisi suaminya yang sedang asyik bermesraan dengan PSK hingga lupa pulang.

"Banyak perempuan nangis di becak karena lakinya gak mau pulang," ujarnya.

Ilustrasi rumah bordil. [Suara.com/Ema Rohimah]

S juga menyebut, lokalisasi Kramat Tunggak biasanya mulai ramai sejak pukul 22.00 WIB hingga menjelang pagi.

Namun demikian, saat pagi hari pun, lokalisasi ini tidak padam. Alunan musik, kata S, terus berdentum untuk menarik para tamu.

"Ramainya malam. Tapi kalau pagi, musik nyala terus sampai sore," ungkap S.

Pikat Turis Asing dan Banyak Orang Tewas

Selain warga lokal, lokalisasi Kramat Tunggak juga ternyata memikat rasa penasaran turis mancanegara. Kebanyakan berasal dari Jepang.

"Banyak (turis asing ke lokalisasi Kramat Tunggak). Di sini kan dekat pelabuhan. Biasanya orang Jepang tuh, banyak," jelasnya.

Ia bersyukur, lokalisasi Kramat Tunggak saat ini telah dialihkan menjadi Jakarta Islamic Center.

Sebab, saat lokalisasi itu masih beroperasi, banyak sekali penemuan orang tewas lantaran perkelahian.

"Banyak (yang meninggal), pada minum, terus mabuk berantem dah. Ada aja berita yang meninggal. Dulu harga bir masih Rp 500 perak," pungkasnya.

Load More