Scroll untuk membaca artikel
Fabiola Febrinastri | Restu Fadilah
Rabu, 28 Juni 2023 | 11:15 WIB
Diskusi bertema Menjadi Haji yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan di One Hotel, Jakarta, Selasa (27/6/2023). (Dok: GreenHaj)

SuaraJakarta.id - Perjalanan ibadah haji dan umrah ke Tanah Suci dengan tantangan perubahan iklim ekstrim bumi yang semakin memanas memerlukan respon dan tanggungjawab semua umat manusia termasuk umat muslim di Indonesia

Aktivis Lingkungan dan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional, Fachruddin Mangunwijaya mengatakan, aksi berkelanjutan ini perlu terus dilakukan agar perubahan cuaca ekstrim ini tidak memburuk. Menurutnya,  sebagaimana  penelitian, iklim lingkungan ditakutkan terus naik dua derajat per tahunnya. Bila  perubahan iklim itu terus terjadi maka 20 tahun lagi panas di saat ibadah haji dan umroh akan mencapai 70 derajat Celcius.

"Semua negara berjanji memenuhi target penurunan emisi termasuk di Indonesia. Emisi dari batubara dan pembakaran energi di bumi itu terangkut di atmosfer sehingga banyak panas matahari yang terperangkap. Kalau sampai di kondisi itu, kita tak akan mampu bertahan di luar. Rombongan jamaah haji tak akan bertahan di luar," ujarnya dalam diskusi bertema Menjadi Haji yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan di One Hotel, Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Setiap pihak harus memperbaiki langkahnya mendorong penurunan emisi segera.

Baca Juga: Niat Sholat Idul Adha untuk Makmum dan Imam dengan Tata Caranya

“Kalau tidak lansia tak akan kuat lagi mendatang untuk  menjalani ibadah jamaah haji," paparnya.

Menurutnya, Islam sangat dekat dengan alam karena Nabi Muhammad SAW saat mendapatkan wahyu berada di gua Hira. Menatap bintang sebagai bukti kekuasaan Tuhan.

"Kita juga dekat dengan alam lewat wudhu menggunakan air," kata Fachruddin.

Setiap umat manusia perlu mengubah gaya hidup dan perilakunya agar sederhana.

“Sebagaimana kondisi kita di saat mulai tawaf mengenakan kain Ikhram yang  apa adanya tanpa  memandang pangkat dan jabatan. Semua manusia harus merenungkan hal ini,” ucapnya.

Baca Juga: Resep Sate Idul Adha Anti Gagal ala Dimsthemeatguy

Fachruddin mengatakan kebutuhan air untuk berbagai keperluan di Saudi Arabia itu merupakan usaha salinasi dari air laut.

"Seperempat pendapatan mereka digunakan untuk air bersih. Sangat mahal sekali. Air disalinasi kan juga menggunakan bahan bakar karbon karena pakai minyak. Jadi ibarat setiap karbon kita harus menggantikannya dengan menanam pohon.

"Banyak tips yang perlu dilakukan. Selama ini saya dekat dengan 36 ribu pesantren dan melakukan penghematan energi dengan panel surya.  Banyak tips dan hal  yang dapat dilakukan untuk penghematan energi ini," ujarnya.

Selain Fachruddin, pembicara lain yang diundang adalah Anggota Dewan Kehormatan Himpuh (Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji) HB Tamam Ali, Peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta, Figur Publik yang juga Miss Eco Indonesia Intan Wismi Permatasari dan Public Engagement & Actions Manager Greenpeace Indonesia Khalisah Khalid.

Peneliti Pusat Pengkajian Islam & Masyarakat UIN Jakarta Dadi Darmadi mengatakan bahwa telah banyak kesaksian dari jamaah yang naik haji dan umroh dan telah  direfleksikan terkait  umat dan agama. Dia menyitir pendapat seorang sastrawan Haji Danarto yang menulis buku "Orang Jawa Naik Haji" pada tahun 1982 saat melakukan ibadah yang luhur itu namun masih banyak yang membuang sampah di saat ibadah haji.

"Bahkan sampai 2018,  Arab Audi sampai menghabiskan 300 juta dolar untuk kebersihan Makkah dan Madinah. Di tahun  2020 saja mencapai 120 ribu ton. Jadi prinsip hidup sederhana. Bagaimana kita pergi umroh tetap tidak menyisakan porsi makanan banyak sekali. Kalau tak habis dibuang ini menyisakan aktivitas kebersihan lingkungan sesuai  ibadah haji dan lingkungan," kata Dadi.

Load More