SuaraJakarta.id - Warga Kelurahan Jembatan Lima, Tambora mengeluhkan soal krisis air di wilayahnya. Sebab sudah beberapa hari warga terpaksa membeli air bersih secara mandiri.
Seorang warga RT 5/RW 4, Jembatan Lima Syahrul (49) mengungkapkan, biasanya air di rumahnya hanya mengalir pada malam hari. Sementara saat siang air tidak keluar.
Bahkan biasanya, dalam sehari, Syahrul membutuhkan satu gerobak air untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.
"Satu gerobak Rp 50 ribu untuk satu hari," kata Syahrul, Kamis (5/10/2023).
Hal tersebut, kata Syahrul, tentu saja membuatnya merasa keberatan. Lantaran selain harus membeli air, ia juga harus membayar air secara bulanan seharga Rp 8 ribu hingga Rp 15 ribu per bulan.
"Walaupun mati kan ada biaya, nggak keluar tetap bayar tiap bulan. Kalau dibilang rugi jelas rugi ya, beli gerobakan harganya jadi lebih besar," katanya.
Syahrul menyatakan, ia sempat menanyakan alasan terkait matinya air tersebut kepada pihak penyedia layanan dalam hal ini, PAM Jaya.
Saat itu, lanjut Syahrul, pihak PAM Jaya mengklaim, matinya air di Jembatan Lima karena adanya perbaikan pipa akibat kebocoran beberapa hari lalu di Petamburan, Jakarta Pusat.
"Terakhir info itu ada pipa jebol di petamburan 4," katanya.
Baca Juga: PAM Jaya Janji Bangun Reservoir Komunal di Semua Lokasi Krisis Air di Jakarta
Selain persoalan itu, sebelumnya PAM Jaya juga mengemukakan operasional Instalasi Pengolahan Air (IPA) Hutan Kota, Penjaringan, Jakarta Utara saat ini sedang dihentikan sejak 8 September lalu.
Hal ini berakibat pada warga sekitar yang sulit mendapatkan air bersih di tengah musim kemarau panjang.
Direktur Utama Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, Arief Nasruddin mengatakan penyetopan operasional IPA Hutan Kota ini dilakukan lantaran air baku yang didapat dari Kanal Banjir Barat tidak sesuai baku mutu. Kandungan air mengandung garam yang berlebihan sehingga tidak bisa diolah untuk dikonsumsi.
"Bukan detergen, tapi TDS, total dissolved solid itu sebenarnya kadar mineral dan garamnya tinggi sekali," ujar Arief di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (4/10/2023).
Arief mengatakan, seharusnya IPA Hutan Kota memiliki teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) yang mampu mengolah air laut jadi bersih.
"Memang yang disayangkan teknologi saat pembangunan hutan kota tidak dibarengi dengan teknologi SWRO. Sehingga kemudian itu tidak bisa mengurai air laut," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
Terkini
-
Bank Mandiri Jelang Tutup Buku 2025: Kredit dan DPK Tumbuh Dua Digit, Likuiditas Terjaga
-
9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
-
7 Tren Fintech yang Diprediksi Mengubah Cara Masyarakat Bertransaksi pada 2026
-
Menjawab Tantangan Iklan Tak Terlihat dengan Pengukuran Berbasis AI
-
Libur Tahun Baru 2026 Sudah di Depan Mata! Ini Jadwal Libur ASN yang Dinanti