Muhammad Yunus
Rabu, 16 Juli 2025 | 16:19 WIB
Mengelola emosi saat jalanan macet adalah keterampilan yang wajib dimiliki setiap pengendara

SuaraJakarta.id - Sebuah mobil tiba-tiba menyalip dari kiri dengan kecepatan tinggi, memotong jalur Anda tanpa memberi sein.

Jantung Anda berdebar kencang, tangan mencengkeram setir lebih erat, dan tanpa sadar umpatan keluar dari mulut.

Reaksi selanjutnya? Anda mungkin langsung membunyikan klakson panjang, atau lebih buruk lagi, ikut tancap gas untuk mengejar dan "memberi pelajaran".

Jika skenario di atas terasa familier, Anda tidak sendirian. Namun, sadarkah Anda bahwa saat emosi mengambil alih kemudi, mobil Anda bisa berubah menjadi proyektil seberat satu ton yang tak terkendali?

Berkendara dalam kondisi emosional—baik itu marah, sedih, maupun stres—adalah ancaman nyata bagi keselamatan di jalan raya.

Sebuah bahaya yang sering kali disepelekan namun dampaknya bisa sama fatalnya dengan berkendara di bawah pengaruh alkohol.

Ini bukan lagi soal sopan santun, tapi soal hidup dan mati.

Saat Emosi Membajak Logika di Balik Kemudi

Mengapa orang yang biasanya tenang bisa berubah menjadi "monster" di jalan? Menurut para ahli, fenomena ini memiliki penjelasan psikologis yang kuat.

Baca Juga: Kesehatan Mental: 7 Kiat Menghadapi Rasa Kecewa saat Harapan Tak Sesuai Kenyataan

Di dalam mobil, kita merasa berada di ruang pribadi yang aman dan anonim, yang membuat kita lebih mudah meluapkan emosi tanpa takut akan konsekuensi sosial langsung.

Untuk memahami lebih dalam, kami berbincang dengan Psikolog Klinis, Dr. Amanda Setiawati, M.Psi.

“Saat seseorang dikuasai emosi yang kuat seperti amarah, bagian otak yang bertanggung jawab untuk berpikir rasional dan mengambil keputusan, yaitu korteks prefrontal, fungsinya menurun drastis. Pada saat yang sama, amigdala, pusat emosi kita, menjadi hiperaktif,” jelas Dr. Amanda.

Ia menambahkan, kondisi ini menciptakan "pembajakan amigdala" (amygdala hijack).

“Akibatnya, kemampuan Anda untuk menilai risiko, mengukur jarak, dan bereaksi terhadap situasi tak terduga akan sangat terganggu. Fokus Anda menyempit, yang ada hanya keinginan untuk melampiaskan amarah. Pada titik ini, Anda secara kognitif terganggu, sama seperti orang yang sedang mabuk.”

Dampak dari kondisi ini sangat mengerikan di jalan raya:

- Tunnel Vision

Pengemudi emosional cenderung hanya fokus pada objek kemarahannya (misalnya, mobil yang memotongnya) dan mengabaikan lingkungan sekitar, seperti pejalan kaki atau motor di sisi lain.

- Pengambilan Risiko Impulsif

Tancap gas, menyalip secara serampangan, atau mengerem mendadak menjadi perilaku yang umum dilakukan.

- Penurunan Kemampuan Motorik Halus

Koordinasi antara mata, tangan, dan kaki menjadi kacau, membuat reaksi menjadi tidak akurat.

Perspektif Pakar Transportasi: Emosi Sebagai Faktor Kecelakaan

Ancaman ini bukan hanya teori psikologis, melainkan fakta yang tercermin dalam data kecelakaan.

“Dalam analisis kecelakaan, human error atau kesalahan manusia selalu menjadi faktor dominan. Dan 'kesalahan manusia' itu tidak hanya soal mengantuk atau tidak terampil, tapi juga kondisi emosional pengemudi,” tegas Budi Santoso seorang Pengamat Transportasi dan Keselamatan Jalan.

Menurutnya, perilaku mengemudi agresif atau aggressive driving—yang merupakan manifestasi dari emosi tidak stabil—menjadi kontributor utama banyak insiden di jalan.

“Tailgating (menempel terlalu dekat), kebut-kebutan, manuver zig-zag, itu semua adalah buah dari emosi yang tidak terkendali. Satu pengemudi emosional bisa menciptakan efek domino kecelakaan di jalan raya. Ia mungkin selamat, tapi aksinya bisa menyebabkan tabrakan beruntun di belakangnya,”.

Ir. Budi juga menekankan bahwa infrastruktur secanggih apa pun tidak akan ada artinya jika pengemudinya tidak memiliki kesiapan mental dan emosional untuk berkendara. "Jalan tol yang mulus bisa menjadi arena balap maut jika pengemudinya menjadikan setir sebagai pelampiasan stres," tutupnya.

Tips Mendinginkan Kepala: Cara Menjinakkan ‘Monster’ di Dalam Diri

Mengelola emosi adalah keterampilan yang wajib dimiliki setiap pengendara. Berikut adalah beberapa langkah praktis yang bisa Anda lakukan saat merasa "panas" di jalan:

Sadar dan Akui: Langkah pertama adalah menyadari bahwa Anda sedang emosi. Kenali tanda-tandanya: jantung berdebar, napas memburu, tangan berkeringat, atau keinginan untuk mengumpat.

Menepi adalah Pilihan Terbaik: Jika emosi sudah memuncak, jangan paksakan diri. Segera cari tempat yang aman untuk menepi. Berhenti sejenak, matikan mesin, dan keluar dari mobil jika perlu.

Lakukan Teknik Pernapasan 4-7-8: Tarik napas melalui hidung selama 4 detik, tahan selama 7 detik, lalu hembuskan perlahan melalui mulut selama 8 detik. Ulangi beberapa kali hingga detak jantung kembali normal.

Ubah Suasana: Putar musik yang menenangkan, nyalakan wewangian aromaterapi di mobil, atau minum air putih. Alihkan fokus Anda dari sumber kemarahan.

Tunda Perjalanan Jika Perlu: Jika Anda sudah merasa stres atau marah bahkan sebelum berangkat (misalnya, setelah bertengkar di rumah atau karena masalah pekerjaan), pertimbangkan untuk menunda perjalanan atau menggunakan transportasi umum.

Ingatlah, tujuan utama berkendara adalah sampai ke tujuan dengan selamat, bukan memenangkan adu cepat atau adu gengsi di jalan. Jangan biarkan emosi sesaat merenggut keselamatan Anda dan orang lain.

Bagaimana caramu biasanya mengelola emosi saat menghadapi situasi menjengkelkan di jalan? Punya tips jitu lainnya?

Bagikan pengalaman dan pendapatmu di kolom komentar!

Load More