SuaraJakarta.id - Di tengah gemerlapnya kuliner modern yang terus bermunculan di Jakarta, sebuah hidangan sederhana dari gerobak kaki lima justru kian bersinar dan digandrungi lintas generasi.
Gultik, singkatan dari Gulai Tikungan, telah menjadi fenomena kuliner yang tak lekang oleh waktu, membuktikan bahwa cita rasa otentik dan harga merakyat adalah kunci untuk merebut hati masyarakat.
Ketenaran Gultik saat ini, terutama di kalangan anak muda dan Gen-Z, bukanlah sebuah kebetulan. Hidangan ini telah menjelma menjadi lebih dari sekadar pengganjal perut di malam hari, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan tempat nongkrong favorit.
Namun, di balik kepulan asap kuah gulainya yang menggoda, tersimpan sejarah panjang dan makna yang mendalam.
Berawal dari Tikungan Jalan dan Spirit Perantau
Sejarah Gultik berakar kuat di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Tepatnya di perempatan Jalan Mahakam dan Jalan Bulungan, kuliner ini mulai dijajakan pada akhir era 1980-an dan mulai populer secara luas di awal 1990-an.
Nama "Gultik" sendiri lahir dari kreativitas para penikmatnya, merujuk pada lokasi para pedagang yang mangkal di tikungan jalan tersebut. Sebelum istilah itu populer sekitar tahun 1997, hidangan ini dikenal sebagai gulai sapi biasa.
Keunikan lain dari Gultik adalah latar belakang para penjualnya. Mayoritas dari mereka merupakan perantau dari Sukoharjo, Jawa Tengah, yang membawa serta resep gulai khas Solo. Awalnya, mereka berjualan di sekitar Bulungan sebelum akhirnya menetap di kawasan Mahakam.
Dengan gerobak pikul sederhana berhiaskan payung warna-warni, mereka menawarkan kehangatan semangkuk gulai di tengah hiruk pikuk ibu kota.
Baca Juga: Swiss-Belresidences Kalibata Gelar Perayaan Hari Kebaya Nasional Bersama IWAPI DPC Jakarta Timur
"Dinamakan gulai tikungan karena banyak pedagang gulai yang mangkal di tikungan jalan tersebut," seperti yang dijelaskan dalam berbagai catatan sejarah kuliner ini.
Para pedagang yang berjualan saat ini bahkan banyak yang merupakan generasi kedua, meneruskan usaha yang telah dirintis oleh orang tua mereka.
Makna di Balik Porsi Mungil yang Bikin Nagih
Salah satu ciri khas utama Gultik adalah porsinya yang terbilang kecil atau "sitik" dalam bahasa Jawa.
Namun, justru porsi mungil inilah yang menjadi daya tariknya. Dengan harga yang sangat terjangkau, berkisar antara Rp10.000 hingga Rp12.000 per porsi, pembeli seringkali merasa tidak cukup hanya dengan satu mangkuk.
Fenomena "nambah" menjadi pemandangan biasa di lapak-lapak Gultik.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Jangan Asal Terima! Galon Kusam dan Buram Ternyata Simpan Risiko Zat Kimia Berbahaya
-
Beton Precast untuk Dermaga dan Akselerasi Logistik Jakarta
-
Nikmati Liburan Akhir Tahun di Rumah Saja, Ini Tips Upgrade Kenyamanan Tanpa Worry
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
Cek Fakta: Viral Video Menkeu Purbaya Semprot DPR Habiskan Rp20 Miliar di Rapat, Ini Faktanya