- Kisah playboy Batavia abad ke-19, pewaris harta 2 juta gulden di usia belia.
- Gemar flexing ekstrem, dari kuda mewah hingga cebok pakai uang kertas.
- Tragis, dieksekusi gantung karena cemburu buta dan kesombongan yang tak terkendali.
SuaraJakarta.id - Hiruk pikuk kasus pamer harta atau flexing oleh keluarga pejabat dan orang kaya baru seolah tak ada habisnya, memancing amarah dan sorotan publik.
Namun, sejarah mencatat, fenomena serupa dengan akhir yang jauh lebih tragis pernah terjadi di Batavia jauh sebelum media sosial ada.
Dialah Oey Tambah Sia, cermin kelam bagaimana kesombongan dan pamer kekayaan bisa berujung pada kehancuran total.
Lahir pada 1827, Oey Tambah Sia adalah antitesis dari ayahnya, Oey Thoa, seorang Luitenant der Chinezen (Letnan Tionghoa) yang disegani.
Benny G. Setiono dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008) menuliskan bahwa sang ayah “Berjiwa sosial dan sering memberikan pertolongan kepada orang-orang yang tidak mampu, namanya cukup dikenal."
Sifat mulia itu sama sekali tak menurun. Saat sang ayah wafat, Tambah Sia yang baru berusia 15 tahun kejatuhan durian runtuh: warisan 2 juta gulden.
Sebagai perbandingan, "waktu itu dengan uang sepuluh gulden saja orang sudah bisa hidup cukup." Kekayaan instan di usia muda inilah yang membentuknya menjadi sosok playboy paling legendaris sekaligus paling dibenci di Batavia.
Gaya hidup flexing-nya jauh melampaui imajinasi orang kaya zaman sekarang. Berparas tampan, ia gemar berkeliling kota menunggangi kuda terbaiknya hanya untuk memikat para wanita.
Puncak kesombongannya yang paling terkenal adalah kebiasaannya menggunakan uang kertas sebagai alat pembersih saat buang air besar di pinggir kali, yang kemudian dibuangnya begitu saja untuk diperebutkan warga miskin.
Baca Juga: 60 Orang Jadi Tersangka Serangan Polres Jakut: Ajakan di Medsos Jadi Biang Kerok
Kekayaan dan status memberinya rasa kebal hukum. Ia tak segan merebut istri orang atau memacari gadis-gadis di bawah umur, menggunakan hartanya untuk membungkam siapapun yang berani melawan.
Pola ini seakan menjadi cermin bagi kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan di era modern, di mana harta dianggap bisa membeli segalanya, termasuk keadilan.
Namun, seperti pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga.
Kejatuhannya dipicu oleh api cemburu buta terhadap selirnya, Mas Ajeng Gunjing.
Ia menuduh Gunjing berselingkuh dengan kakak kandungnya sendiri, Mas Sutejo, yang datang berkunjung dari Pekalongan.
"Oey Tamba Sia lalu terbakar api cemburu melihat kedekatan Mas Sutejo dengan Gunjing," tulis Setiono.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
Siap-Siap, BMKG: Hujan Ekstrem Ancam Indonesia, November 2025 - Februari 2026
-
Warga Apresiasi Pelayanan SKCK Online Polda Metro yang Ramah dan Cepat
-
NHM dan Pemerintah Bahas Adendum ANDAL untuk Perkuat Tata Kelola Lingkungan Berkelanjutan
-
Bank Mandiri Akselerasi Industri Kopi Nasional Lewat Jakarta Coffee Week 2025
-
Gajian Tambahan Hari Ini? Rebutan DANA Kaget GRATIS Sekarang