SuaraJakarta.id - Profesor Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Suprihatin, menyebut tidak semua air tanah aman digunakan untuk menjadi bahan baku Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
“Air tanah tidak sama di satu daerah dengan daerah lainnya. Air di perkotaan dengan aktivitas padat jelas berbeda dengan air di pegunungan yang terlindungi vegetasi dan minim campur tangan manusia," kata Prof. Suprihatin di Jakarta, Senin 15 September 2025.
Suprihatin mengatakan kualitas air sangat dipengaruhi oleh lokasi, kondisi lingkungan, dan aktivitas manusia di sekitarnya.
Air tanah dangkal lebih berisiko tercemar karena lebih dekat dengan permukaan dan cepat terinfiltrasi limbah.
Di kawasan perkotaan, air tanah cenderung memiliki kadar kontaminan yang tinggi mulai dari limbah domestik, pestisida, hingga logam berat.
Sehingga untuk menjadikannya layak minum diperlukan proses pengolahan yang lebih sulit dan mahal dibandingkan air pegunungan.
Ia membeberkan penelitian di sejumlah kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, dan Malang, menunjukkan kualitas air tanah terus menurun.
Total zat terlarut (TDS) dalam air tanah di beberapa lokasi bahkan setara dengan air sungai yang tercemar. Kondisi ini dipicu pencemaran dari limbah rumah tangga, industri, serta buruknya sistem sanitasi.
Temuan itu didukung dengan adanya data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mencatat standar baku mutu air minum diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017.
Baca Juga: Instalasi Limbah Cair yang Tepat untuk Menghindari Tercemarnya Air Tanah
Namun survei lapangan menemukan banyak sumur dangkal di permukiman padat penduduk yang tidak memenuhi parameter fisik, kimia, maupun mikrobiologi.
Hal itu meningkatkan risiko penyakit menular seperti diare, infeksi saluran cerna, serta dampak kronis akibat paparan logam berat.
Kondisi itu, lanjut dia, masih terjadi meski sejumlah teknologi pengolahan seperti filtrasi, reverse osmosis, disinfeksi ultraviolet, hingga ozonisasi kini banyak dipakai untuk menurunkan tingkat kontaminan.
Hal itu berbeda dengan sumber mata air alami yang umumnya lebih bersih, meskipun tetap memerlukan uji kelayakan.
"Air tanah dalam dan mata air pegunungan cenderung lebih aman karena melewati proses filtrasi alami. Namun, setiap sumber tetap harus diperiksa karena adanya risiko kontaminan masuk hingga ke lapisan dalam akuifer," ucap dia.
Prof. Suprihatin mengatakan salah satu cara untuk menjaga sumber air di hulu melalui pelestarian lingkungan dan pengelolaan limbah tetap menjadi faktor penentu kualitas air minum yakni menjaga sumber air di hulu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Profil 3 Pelatih yang Dirumorkan Disodorkan ke PSSI sebagai Pengganti Kluivert
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 5 Rekomendasi Mobil Sunroof Bekas 100 Jutaan, Elegan dan Paling Nyaman
- Warna Lipstik Apa yang Bagus untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi Terbaik dan Elegan
- 5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
-
Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
Terkini
-
Gajian Tambahan Hari Ini? Rebutan DANA Kaget GRATIS Sekarang
-
HP Turis Rusia Tertinggal di Taksi, Polres Kepulauan Seribu Gercep! Begini Kronologinya...
-
Jangan Sampai Kehabisan, 4 Link DANA Kaget Siap Diburu, Total Rp235 Ribu
-
Gandeng Raksasa Pengembang Jepang, Sinar Mas Land Hadirkan Kota Wisata Ecovia
-
Waspada! Jakarta Diprediksi Diguyur Hujan Sepanjang Hari, Potensi Petir di Sejumlah Wilayah