Kisah Penggali Kubur Covid-19: Jibaku dengan Waktu & 'Perang' Lawan Corona

Dalam sehari bisa dua sampai tiga kali memakamkan jenazah Covid-19.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 05 September 2020 | 17:47 WIB
Kisah Penggali Kubur Covid-19: Jibaku dengan Waktu & 'Perang' Lawan Corona
Para penggali kubur di TPU Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, tengah memakamkan jenazah Covid-19. [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]

SuaraJakarta.id - Cuaca terik menyelimuti Tempat Pemakaman Umum (TPU) Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang. Mentari tepat berada di atas kepala. Namun, itu tidak menggoyahkan empat penggali gali kubur di TPU Buniayu untuk bertugas.

Haerun, salah satunya. Meskipun sinar mentari begitu terasa menyengat di kulitnya, ia tetap semangat menjalani tugasnya sebagai penggali kubur.

"Cuacanya kayak gini panasnya minta ampun. Tapi tetap harus dijalani saja, sudah kerjaan," ujarnya saat ditemui SuaraJakarta.id di lokasi.

Pekerjaan tukang gali kubur adalah mata pencarian utama bagi Elung, sapaan Haerun. Pekerjaan ini bukan hanya berjibaku dengan teriknya matahari.

Baca Juga:Ratusan PNS di Kabupaten Tangerang Diusulkan Naik Pangkat, Ini Rinciannya

Tapi, Elung juga harus 'berperang' terhadap virus Covid-19. Ya, bapak anak tiga ini menjadi penggali kubur untuk jenazah korban Covid-19.

Alhasil, tidak seperti tukang gali kubur yang pada umumnya. Elung harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat prosesi memakamkan jenazah Covid-19.

"Saya harus pakai APD. Padahal, saat turun ke dalam kubur menggali itu mabok, badan panas. Tapi mau bagaimana lagi, harus dipakai," ungkapnya.

Elung tak menampik pekerjaan yang dilakukannya sangat berat. Tapi, kata dia, hal tersebut terasa ringan jika dikerjakan dengan tulus.

Terlebih, dalam setiap melakukan pekerjaan tersebut, Elung tidak bekerja sendirian, dilakukan dengan satu tim.

Baca Juga:8 Polsek Tangerang Ditarik ke Banten, Pelat Angkot B Jadi Pelat A

"Jadi gali kuburannya enggak sendiri. Tapi empat orang langsung menggali bersama-sama, jadi terasa ringan," tuturnya.

"Kemudian, kami selalu sudah menyediakan stok lobang (liang kubur). Jadi ketika ada jenazah yang datang, tinggal menggali sedikit saja kalau ada kurang," paparnya.

Belum sampai satu jam, tetiba jenazah korban Covid-19 datang. Hal itu ditandai suara sirine ambulans yang masuk ke dalam area TPU.

Para penggali kubur di TPU Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, tengah memakamkan jenazah Covid-19. [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]
Para penggali kubur di TPU Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, tengah memakamkan jenazah Covid-19. [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]

Elung bersama tiga rekannya langsung sigap memakai baju hazmat, sarung tangan, masker, hingga face shield atau alat pelindung wajah.

Perlengkapan tersebut sudah disediakan oleh Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pemakaman Kabupaten Tangerang.

Pantauan SuaraJakarta.id, empat penggali kubur itu bahu-membahu menggali tanah. Jenazahnya masih di dalam ambulans.

Hanya butuh 10 menit karena lubang yang sudah tersedia sebelumnya, empat penggali itu langsung menggotong peti mati yang berisi jenazah Covid-19 dari ambulans.

Peti berukuran 65 centimeter digotong hingga mendekat ke liang kubur. Kemudian petinya ditaruh dan dua orang masuk ke dalam kubur.

Hingga kemudian peti jenazah itu dimasukkan ke dalam sampai proses terakhir penguburan.

"20 menit penguburan selesai. Bergantung tanahnya, kalau tanah merah lama karena yang kecangkul sedikit, kalau tanah lempung agak mudah," papar Elung dengan kucuran keringat.

"Lubang jenazah tadi dibuatnya pagi hari. Nanti sore, kami buat lubang lagi," lanjutnya.

Selepas menguburkan jenazah Covid-19, Elung bersama rekannya beristirahat sejenak, tak jauh dari kuburan. Satu per satu seragam hazmat dilepas.

Mereka duduk sambil minum air mineral kemasan gelas. Sesekali, mereka kembali menyeka keringat, bahkan membuka baju untuk menghilangkan keringat.

Sesudah itu, empat penggali kubur kembali ke posko tempat berteduh sambil menunggu jenazah lainnya datang.

Elung mengakui harus menekuni pekerjaan penggali kubur meski bayaran yang diterima sekadar Rp 150 ribu. Menurutnya, hal itu cukup untuk kebutuhan keluarga.

"Bayarannya Rp 600 ribu dibagi empat orang. Itu sekali menggali kubur dibayar. Bersyukur saja karena rokok, kopi sampai obat-obatan disediakan semua di sini," paparnya.

Senada, Rohadi penggali kubur di TPU Buniayu mengaku harus tetap selalu semangat menjalani pekerjaannya. Apalagi ia juga harus menjadi ibu di rumah.

"Saya punya anak dua, masing-masing sudah SMP. Istri saya seorang TKI di Arab. Sudah dua tahun saya juga harus mengurus keluarga," paparnya.

"Jadi bukan hanya tukang gali kubur, kerjaannya merangkap mencuci, masak dan lain-lain," lanjutnya.

Dia juga mengaku tetap bersyukur atas bayaran yang didapat. Sesekali uang tambahan didapat dari keluarga korban Covid-19.

"Tapi, kami tidak pernah minta dengan keluarga korban. Kalau dikasih saja. Kami kerja ikhlas dan tulus," sebutnya.

Para penggali kubur di TPU Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, tengah memakamkan jenazah Covid-19. [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]
Para penggali kubur di TPU Buniayu, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, tengah memakamkan jenazah Covid-19. [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]

Rohadi menyebut, pekerjaannya yang paling terasa berat saat memakamkan jenazah Covid-19 di malam hari. Terlebih, belum ada stok lubang yang dibuat.

"Kalau lagi ramai sehari pernah stok nggak ada. Habis itu malam hari. Pernah ada jam 3 pagi, lalu kami minta untuk lebih baik pagi-pagi saja sekalian.

"Sehari paling sedikit dua sampai tiga kali memakamkan. Kami selalu siap," imbuhnya.

Selang setengah jam dari penguburan pertama, jenazah Covid-19 datang lagi.

Lagi, mereka dengan sigap memulai kembali tugasnya sebagai penggali kubur.

"Nah tuh ada lagi jenazah. Ya sudah saya siap-siap lagi untuk gali," tutupnya.

Kontributor : Ridsha Vimanda Nasution

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak