Judicial Review Omnibus Law, Bima Arya Akan Rumuskan dengan APEKSI

Bima Arya menilai pengusulan judicial review Omnibus Law ke MK baiknya diwadahi APEKSI.

Rizki Nurmansyah
Senin, 12 Oktober 2020 | 15:39 WIB
Judicial Review Omnibus Law, Bima Arya Akan Rumuskan dengan APEKSI
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

SuaraJakarta.id - Wali Kota Bogor Bima Arya berencana melakukan uji materi atau judicial review Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun sebelum itu, kata Bima, dirinya akan melakukan koordinasi dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).

Bima Arya meminta kepada pengurus APEKSI untuk terlebih dahulu membahas UU Cipta Kerja (Ciptaker) sebelum melakukan judicial review ke MK.

Politikus PAN ini menilai, dalam hal mengkaji dan mengusul judicial review Omnibus Law, baiknya diwadahi oleh APEKSI, yang saat ini diketuai oleh Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

Baca Juga:Minta Jokowi Tangguhkan Omnibus Law, Walkot Tangerang Dituding Cari Aman

"Saya meminta kepada pengurus APEKSI untuk membicarakan ini (UU Cipta Kerja), dan tindak lanjutnya saya kira sangat baik diwadahi oleh APEKSi yang saat ini ketuanya masih Ibu Airin, dan wakil APEKSI salah satunya saya," ujar Bima Arya, Senin (12/10/2020).

Airin Rachmi Diany. (Suara.com/Ria Rizki)
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. (Suara.com/Ria Rizki)

Menurut Bima Arya, ia akan melakukan pertemuan dengan seluruh APEKSI dalam waktu dekat ini untuk membahas UU Ciptaker yang jadi polemik di tengah masyarakat.

"Kami akan melakukan pertemuan dalam waktu dekat ini, mungkin secara virtual untuk menyikapi ini (UU Cipta Kerja)," katanya.

Namun kata Bima, secara pribadi dirinya akan merekomendasikan dua langkah.

Pertama, menguji konsistensi UU Cipta Kerja dengan kontitusi daerah, dan proses judicial review ke MK.

Baca Juga:Fadli Zon: Praktik Agen Provokator di Aksi Unjuk Rasa Sudah Ada Sejak Lama

Kedua, membuka ruang partisipasi publik secara maksimal dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres), untuk mamastikan aturan turunan, agar memberikan kepastian terkait kewenangan daerah dan pembangunan yang berkelanjutan.

"Secara pribadi, saya akan rekomendasikan ada dua langkah, satu judicial review ke MK. Kedua perluasan partisipasi publik untuk merumuskan Peraturan Pemerintah dan Presiden. Harus membuat ruang partisipasi publik juga kedepannya," imbuhnya.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat meninjau aksi demonstrasi mahasiswa di depan Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (8/10/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat meninjau aksi demonstrasi mahasiswa menolak UU Ciptaker di depan Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (8/10/2020). [Suara.com/Andi Ahmad Sulaendi]

Hal lain juga, kata Bima Arya, yang perlu dicermati dalam UU Cipta Kerja ini pada Pasal 34 menyatakan, bahwa dalam hal tersebut ada kebijakan nasional yang berupa strategis dan belum dimuat di dalam tata ruang dan zonasi, serta pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan.

Ini tentunya akan menimbulkan pertanyaan dalam pembanguan. Pertama lingkungan hidup dan rencana menengah serta panjang di daerah, karena harus ada sinkronisasi untuk disesuaikan.

"Terkait izin bangunan gedung juga di sini ada aturan, bahwa fungsi bangunan gedung ini ada. Tapi harus persetujuan pemerintah pusat. Saya melihat bahwa di sini ada banyak draft yang harus diatur dalam aturan turunannya, yakni dalam Peraturan Pemerintah dan Presiden," sebutnya.

"Ada sekitar 36 catatan pemerintah dan enam presiden yang harus di rumuskan, inilah hal yang perlu dipastikan semua turunan itu, harus siap pada satu kewenangan daerah, dan kedua perlindungan linkungan hidup dan prinsip berkelanjutan," pungkas Bima Arya.

Kontributor : Andi Ahmad Sulaendi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini