SuaraJakarta.id - Masjid Agung Nurul Yaqin atau lebih dikenal dengan Masjid Pintu Seribu memiliki banyak cerita bersejarah. Mulai dari makam keramat hingga labirin sebagai tempat perenungan.
Suara.com mencoba berkunjung ke Masjid Pintu Seribu yang terletak di Kampung Bayur, Kelurahan Priukjaya, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang, Sabtu (24/10/2020).
Lokasi yang harus ditempuh untuk menuju ke sana membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari perjalanan Cisoka, Kabupaten Tangerang, dengan sepeda motor.
Baca Juga:Hari Santri 2020, Probolinggo Promosikan Wisata Religi di Museum Rasulullah
Jauh lebih efektif menggunakan sepeda motor bila hendak berkunjung ke Masjid Pintu Seribu Tangerang. Sebab akses menuju masjid hanya cukup untuk satu mobil.
Di depan masjid tampak gerbang berwarna hitam yang bermotif '999'. Tampak seorang pria sedang duduk di samping gerbang.
Dia memakai peci hitam, kemeja hitam, serta mengenakan kain sarung. Pria itu memperkenalkan dirinya bernama Rusdi.
Rusdi mengaku sebagai juru pelihara sekaligus pengurus Masjid Pintu Seribu. Dia pun bercerita banyak tentang bangunan masjid bersejarah tersebut.
"Masjid ini dibangun oleh Syekh Ami Alfaqir Mahdi Hasan Alqudrotillah Almuqoddam. Dibangun sekitar tahun 1972 oleh beliau," ujarnya saat memulai bincang-bincang.
Baca Juga:Cerita di Balik Makam Sepanjang 8 Meter di Serang Banten
Rusdi menuturkan, Syekh Ami masih keturunan keenam dari Syeikh Syarif Hidayatullah Cirebon atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Syekh Ami membangun Masjid Pintu Seribu dengan tujuan menyebarkan syariat Islam.
"Beliau mengajak lingkungan di sini untuk sama-sama membangun masjid. Tidak lain untuk menyebarkan syariat Islam," ungkapnya.
"Makanya, sampai sekarang rutin setiap minggu kegiatan pengajian, kemudian peringatan hari besar seperti Isra Mikraj di Masjid Pintu Seribu ini," sambungnya.
Terkait sebutan Masjid Pintu Seribu, Rusdi menyebut, hal itu karena banyaknya ruangan yang gelap sebagai tempat perenungan.
Karena hal itu, dia menuturkan, banyak pengunjung yang berasal dari berbagai wilayah, mulai dari Jawa, Sumatera, dan lainnya pada berdatangan.
"Mereka yang datang setelah berziarah ke makam beliau (Syekh Ami Alfaqir), langsung ke tempat pintu seribu. Di situ mereka berzikir dan mengingat mati," sebutnya.
Ruangan Perenungan
Suara.com semakin penasaran tentang ucapan Rusdi tersebut. Dia pun mengajak ke dalam Masjid Pintu Seribu.
Rusdi membuka pintu berukuran sekitar 1x2 meter yang memang sengaja dikunci. Saat masuk ke dalam, terlihat sekitar dinding banyak kaligrafi dengan tulisan bahasa arab.
Hiasan-hiasan di dinding itu ternyata baru awal menuju pintu labirin, tempat banyaknya ruangan-ruangan untuk perenungan.
Dipandu dengan Rusdi, Suara.com mencoba lebih masuk ke dalam labirin.
Masuk ke dalam harus merundukan kepala sedikit karena tingginya hanya 150 sentimeter.
Bahkan, semakin berjalan ke dalam semakin sempit dan gelap. Lengan kanan dan kiri juga menyentuh dinding-dinding tembok.
Rusdi menerangi jalan dengan senternya sambil bersalawat.
"Di sini lah banyak ruangan-ruangan sempit dan gelap sebagai tempat untuk berzikir dan merenung akan ingat mati," ungkapnya.
"Jadi, yang masuk ke dalam sini seolah kita memang merasakan berada di dalam kubur, dengan kondisi sempit, gelap dan tidak ada lampu," sebutnya.
Menangis Histeris dan Tak Kuat
Suara.com sudah berjalan sekitar 20 meter dari pintu masuk awal. Seperti terbatas untuk menghirup udara karena suasana semakin pengap dan lembab.
Sepanjang jalan di dalam memang terlihat banyak sekat tembok bata yang tidak di plester berukuran 1x1 meter. Bawahnya juga tak berlantai, hanya tanah.
"Mau terus lagi ke dalam. Lorong ini panjangnya sampai 200 meter dengan banyak ruangan seperti ini. Saya sendiri belum pernah menghitung ada berapa ruangan ini," tuturnya.
Rusdi menyampaikan, banyak dari pengunjung yang masuk ke dalam labirin bukan sekadar berzikir dan merenung. Tapi, ada yang sampai menangis histeris.
"Ada yang sampai dia itu menangis. Dia mengaku menangis karena dia seperti merasakan mati dan berada di dalam kubur. Tangisan itu juga karena dia merasa banyak dosa," paparnya.
Kendati demikian, Rusdi menyebut, banyak juga pengunjung yang tidak kuat sampai ke dalam lorong tempat perenungan.
"Cuma sampai pintu masuk awal, kemudian dia melihat di depan gelap tidak melanjutkan ke dalam. Dia langsung keluar lagi," paparnya.
Alhasil, Rusdi melanjutkan, yang bersangkutan hanya sekadar berziarah saja ke makam Syekh Ami Alfaqir dan langsung pulang.
Motif 999
Selain labirin, banyaknya ornament 999 menjadi penghias di Masjid Seribu Pintu ini. Tidak hanya ditembok-tembok, tapi juga di tiang, gerbang pagar dan jendela.
Menurut Rusdi, motif 999 banyak yang salah kaprah, yakni sering diartikan bahwa itu adalah tanda masjid yang pintunya kurang dari seribu.
"Padahal, 999 itu untuk melambangkan 99 sifat-sifat Allah atau Asmaul Husna dan 9 wali songo. Itu yang benar. Selama ini banyak salah mengartikan," sebutnya.
Selain itu, tulisan Asmaul Husna juga memenuhi setiap dinding masjid. Lengkap dengan paduan warna hijau, hitam, kuning, dan putih.
Bangunan masjid, Rusdi menyebut, banyak orang menilai unik karena seperti arsitektur Italia, barok. Lengkap dengan puluhan bahkan ratusan tiang menjadi penopang masjid.
"Nah, kalau makam sang pendiri masjid Syeikh Alfaqir yang wafat sekitar 2014 lalu itu berada terpisah dari pintu seribu. Jadi, bangunan ini total hampir satu hektare," sebutnya.
Rusdi menuturkan, di dalam masjid juga terdapat puluhan musala. Puluhan musala ini dibuat menandakan sarana ibadah yang juga berada di wilayah lainnya.
Atap Bocor
Rusdi menuturkan, pada lantai tiga Masjid Pintu Seribu Tangerang rencananya akan direnovasi. Di tempat itu, kata dia, sudah sering bocor jikalau hujan tiba.
"Mau direnovasi karena sudah ada yang bocor. Namun renovasi dilakukan oleh jamaah dan hasil anggaran infaq sodaqoh, bukan adanya donatur," tegasnya.
"Banyak sebenarnya yang ingin mendonaturkan bangunan masjid ini. Tapi ditolak karena amanah dari Syekh, masjid ini adalah milik umum atau jamaah," paparnya.
Achmad Khairuzzaman Mufti Ali, seorang yang juga mengurusi Masjid Seribu Pintu, menuturkan banyaknya pengunjung menjadikan masjid sebagai wisata religi yang diminati masyarakat.
"Nilai sejarahnya tentu menjadi kisah penting penyebaran dakwah Islam di daerah sini. Pengunjung cukup banyak yang datang terlebih pada peringatan hari Islam," sebutnya.
Achmad mengajak semua masyarakat untuk ikut serta melestarikan wisata religi yang ada.
“Mari kita jaga sama-sama bergotong-royong menjaga dan melestarikan wisata religi ini," pungkasnya.
Kontributor : Ridsha Vimanda Nasution