SuaraJakarta.id - Dalam Islam, berhubungan badan bagi pasangan suami istri saat Ramadhan tak dilarang. Asalkan dilakukan di antara waktu malam hari hingga sebelum Subuh.
Hal itu sebagaimana tercermin dalam Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 187 yang artinya seperti di bawah ini:
"Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa."
Lalu bagaimana hukum bersetubuh saat siang di bulan Ramadhan? Dan apa pula kafarat atau sanksinya?
Baca Juga:Menag: Takbir Keliling Tak Diperkenankan, Silakan di Masjid atau Musala
Bersetubuh di siang hari saat puasa Ramadhan sudah dipastikan membatalkan ibadah puasa dan hukumnya dosa.
Dikutip SuaraJakarta.id dari nu.or.id, Selasa (20/4/2021), orang yang sengaja merusak ibadah puasanya di bulan Ramadhan dengan bersetubuh, wajib menjalankan kifarah 'udhma (kafarat besar), dengan urutan kafarat sebagai berikut:
Pertama, ia harus memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman, tak boleh yang lain. Sahaya itu juga harus bebas dari cacat yang mengganggu kinerjanya.
Kedua, jika tidak mampu, ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Ketiga, jika tidak mampu, ia harus memberi makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud (kurang lebih sepertiga liter).
Baca Juga:Ustaz Adi Hidayat: Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah Itu Hadis Palsu!
Kafarat di atas berdasarkan hadits sahih seperti diriwayatkan Abu Hurairah RA dalam Hadis Riwayat Bukhari, sebagai berikut:
"Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW lantas berkata, 'Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan'. Beliau bersabda, 'Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan'. Dijawab oleh laki-laki itu, 'Aku tidak mampu'. Beliau kembali bersabda, 'Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut'. Dijawab lagi oleh laki-laki itu, 'Aku tak mampu.' Beliau kembali bersabda, 'Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin'," (HR Bukhari).
Atas dasar itulah, para ulama fiqih—terutama ulama fiqih Syafi‘i—sepakat untuk menetapkan kafarat akibat bersetubuh di siang hari saat Puasa Ramadhan tersebut.
Antara lain seperti yang dituliskan Syekh Salim ibn Sumair al-Hadhrami dalam kitabnya Safînah al-Najâh, sebagaimana petikan berikut:
Artinya: "Selain qadha, juga wajib kifarah ‘udhma disertai ta‘zir bagi orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh dengan senggama yang sesungguhnya dan dengan senggama itu pelakunya berdosa karena puasanya.”