SuaraJakarta.id - Tepat 62 tahun silam pada tanggal 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun, perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidaklah mudah.
Sejumlah daerah mengalami pergolakan melawan penjajah. Salah satunya di Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Dulu, wilayah tersebut bagian dari Kabupaten Tangerang sebelum ada pemekaran pada tahun 2007.
Saat itu, wilayah Serpong diduduki oleh penjajah. Bahkan, wilayah itu dibumihanguskan oleh penjajah meski Indonesia sudah merdeka. Hal itu memicu pergolakan rakyat.
Baca Juga:HUT ke-76 RI, Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Perumusannya
Mereka ingin mengusir para penjajah dan merasakan kemerdekaan di Tanah Air-nya sendiri. Peristiwa itu kemudian dikenang dengan sejarah Pahlawan Seribu.
Sejarawan Tangerang Selatan, TB Sos Rendra menjelaskan, peristiwa sejarah Pahlawan Seribu merupakan upaya masyarakat sekitar untuk mengusir pasukan Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Pasalnya, pasukan NICA saat itu masih menduduki wilayah Serpong dan menguasai perkebunan karet PT Perkebunan Nusantara di Kampung Cilenggang, Serpong.
"Ketika Indonesia sudah merdeka pada 1945, Serpong belum terbebas dari penjajah NICA, sehingga masyarakat sekitar mengungsi, karena masih dibumihanguskan," kata Rendra kepada SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Senin (16/8/2021).
Rendra menyebut, pemberontakan itu salah satunya digagas oleh Kepala Desa Serpong Muhamad Yusuf. Untuk mengusir pasukan NICA, Yusuf meminta bantuan ke salah satu kiai di Rangkasbitung, Lebak.
Baca Juga:Abubakar Lambogo Guru Pejuang dari Enrekang, Kepalanya Dipenggal Belanda
Yusuf meminta Pimpinan Pesantren Cibereum Rangkasbitung KH Ibrahim untuk membantu mengusir NICA. Permintaan itu pun disetujui.