SuaraJakarta.id - Nama Seto Mulyadi atau Kak Seto tentunya sudah tak asing lagi bagi masyarakat pada umumnya. Ya, Kak Seto merupakan sosok pemerhati anak yang kerap muncul jadi narasumber terkait permasalahan tentang anak.
Namun tahukah Anda bila Kak Seto ternyata memiliki saudara kembar? Namanya adalah Kresno Mulyadi. Sosok Kresno Mulyadi memang tidak begitu sefamiliar saudara kembarnya, Kak Seto.
Namun keduanya memiliki bidang yang sama, yakni terkait permasalahan anak. Jika Kak Seto aktif sebagai psikolog, Kresno sebagai psikiater yang fokus pada anak-anak berkebutuhan khusus. Terutama autisme.
SuaraJakarta.id berkesempatan bertemu dan berbincang dengan kembaran Kak Seto itu beberapa waktu lalu. Sekilas, perawakannya memang mirip dengan Kak Seto.
Baca Juga:Kak Seto: Masyarakat Harus Lebih Peduli Anak Selama Pandemi
Ditambah dengan gaya rambut berponi ke kiri dan berkacamata, bisa mengecoh bahwa beliau adalah Kak Seto sesungguhnya.
Bukan Kembar Identik
Kresno bercerita, diantara keduanya, Kak Seto yang lahir lebih dulu pada 28 Agustus 1951. Tapi, hal itu tak jadi acuan menentukan siapa yang kakak dan adik. Pasalnya, keduanya sama-sama mengaku sebagai kakak dari versinya masing-masing.
Kresno dianggap sebagai kakaknya karena dia lahir setelah Kak Seto. Hal itu berdasarkan budaya Jawa, dimana memiliki filosofi bahwa anak kembar yang lahir belakangan mengalah untuk membantu adiknya keluar. Selisih waktu lahir keduanya hanya 15 menit.
"Soal siapa kakaknya tergantung siapa yang ditanya. Kalau dia (Seto) yang ditanya, dia bilang dia kakaknya, karena dia lahir dulu. Kalau saya yang ditanya, saya kakaknya karena filosofi orang Jawa, Jawa Tengah," kata Kresno mulai bercerita.
Baca Juga:Lindungi Anak di Masa Pandemi, Kak Seto Ajak Tetangga, Om, dan Tante untuk Peduli
Meski sekilas tampak mirip, tapi mereka ternyata bukan kembar identik dan memiliki berbagai perbedaan. Menurutnya, yang membuat mereka sangat mirip karena keakraban keduanya dari sejak kecil hingga SMA.
Soal gaya rambut misalnya. Dulu, Kresno memiliki gaya rambut poni dengan arah sisiran ke kanan, tapi dia juga bisa bergaya poni ke kiri seperti Kak Seto.
"Kita beda sekali. Tapi mungkin ya sekian lama sampai SMA bersama, jadi pola itu agak kelihatan mirip tapi rambut ini pun kalau dia ke kiri saya ke kanan. Tapi kebetulan saya unyeng-unyengnya ada dua, sedangkan dia (seto) cuma satu. Jadi saya bisa kiri dan kanan," ungkapnya.
Tak hanya itu, dari sisi fisik, Kresno merasa dirinya memiliki banyak sekali perbedaan mulai dari tinggi badan, ukuran baju hingga sepatu. Sebagai anak kembar yang lahir belakangan, semua ukuran mulai dari tinggi badan hingga sepatu melebihi ukuran Seto.
"Dari sisi fisik, tinggi badan terlihat mirip. Tapi saya 165 sentimeter, sedangkan dia 163 sentimeter. Ukuran baju juga, kalau saya medium, dia small, kalau dia medium saya large. Termasuk ukuran sepatu, nomor 42 dia 41. Jadi memang ada sedikit perbedaan dan ada yang mengaitkan bahwa benar saya kakaknya," ungkap Kresno.
Dikira Kak Seto
Sebagai sosok yang jarang tampil di publik, sosok Kresno masih jarang diketahui sebagai kembaran Kak Seto. Akibatnya, banyak orang yang salah ketika bertemu di jalan atau bahkan keluarga pasien yang dia tangani menganggap bahwa dirinya adalah Kak Seto.
"Di jalan sering bertemu dengan orang yang bilang 'Loh Kak Seto ya?'. Mungkin sekilas karena rambutnya sama. Saya bilang, saya saudaranya, mereka malah heran lagi 'Loh kok suaranya mirip juga'. Itu betul banyak yang belum tahu kalau ada kembarannya," kata Kresno mengenang.
Dulu, usai lulus SMA pada 1970 keduanya memutuskan untuk masuk ke Fakultas Kedokteran di Universitas Airlangga. Tapi, keduanya beda nasib. Kresno diterima, tapi Seto gagal. Tahun berikutnya, Seto mencoba mendaftar Fakultas Kedokteran di UI, tapi gagal juga.
Gagal di kedokteran, Seto akhirnya beralih jurusan psikologi di UI. Pilihan itu diambil setelah mendapat saran dan terinspirasi dari Pak Kasur pencipta lagu anak-anak Potong Bebek Angsa.
"Nah karena filosofi pada Pak Kasur ini dia (Seto) lebih tertarik kegiatan sosial. Saya tertarik ke anak autisme karena jumlahnya lebih banyak dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Tapi kalau dia karena tidak terbatas praktek, jadi lebih leluasa beraktivitas," beber Kresno.
Selera Seni
Soal hobi seni, keduanya memiliki ketertarikan di bidang seni. Tapi, selera seni mereka ternyata berbeda. Kresno lebih senang pada pertunjukkan wayang. Di usia 25 tahun bahkan Kresno sudah menjadi dalang wayang kulit.
Hingga kini, di sela-sela kesibukannya, Kresno masih aktif dalam dunia wayang di salah satu sanggar Lions Klub Monas. Sementara Seto, kini lebih senang pada pertunjukkan ketoprak.
Soal nama, Kresno bercerita bahwa nama dirinya dan Seto merupakan pemberian dari dr Soeradji Tirtonegoro. Beliau yang namanya dijadikan nama rumah sakit di Jawa Tengah itu merupakan kerabat dari kedua orangtuanya, Mulyadi.
Penamaan tersebut didasarkan pada warna kulit saat keduanya lahir. Nama Kresno, lantaran saat itu lahir dengan warna kulit agak kemerahan, sementara Seto kulitnya lebih putih.
"Jadi nama kita berdua sangat singkat, Seto bahkan cuma empat huruf. Katanya nama itu karena warna kulit kita saat lahir, tapi sekarang sama-sama putih kok," kata Kresno sambil mengenang sosok dr Soeradji itu.
Komunikasi Efektif Orang Tua dan Anak
Pada 28 Agustus mendatang, Kak Seto dan Kresno Mulyadi akan genap berusia 70 tahun. Di usia senjanya saat ini, Kresno mengaku masih ada hal yang ingin dicapai.
Meski Kresno fokus pada anak berkebutuhan khusus dan Seto fokus pada anak-anak pada umumnya, keduanya ingin membangun kesadaran orang tua untuk menyikapi generasi masa kini dengan paradigma baru. Terutama soal komunikasi efektif antara orang tua ke anak.
Menurutnya, anak milenial saat ini memiliki gaya komunikasi antar subjek bukan lagi perintah dari orang tua ke anaknya. Hal itu, diakui Kresno sudah diterapkan antara dia dan istrinya kepada kedua anaknya yang kini berusia 18 dan 17 tahun. Hasilnya, anak bisa tumbuh mandiri tapi tetap dekat dengan orang tua.
"Orang tua perlu mendengar aktif. Karena saat ini umumnya orang tua masih aktif memerintah. Jangankan anak berkebutuhan khusus, anak yang sedang puber itu dinasihati masuk telinga kiri keluar kanan. Tapi kalau mendengar aktif kejujuran emosional anak, itu menjadi titik temu apa yang disampaikan, anak juga menerima," papar penulis buku Autisme Is Curable itu.
Kontributor : Wivy Hikmatullah