Wagub DKI Jelaskan Alasan PPKM Level 4 di DKI Sering Diperpanjang

"Kemarin level 4 itu karena mempertimbangkan banyak faktor, diantaranya daerah penyangga yang masih belum turun," kata Riza.

Erick Tanjung | Fakhri Fuadi Muflih
Selasa, 24 Agustus 2021 | 20:25 WIB
Wagub DKI Jelaskan Alasan PPKM Level 4 di DKI Sering Diperpanjang
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. (Suara.com/M. Yasir)

SuaraJakarta.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membeberkan alasan Pemerintah Provinsi DKI memperpanjang aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 4 sebanyak tiga kali. Alasannya adalah karena kasus Covid-19 di daerah penyangga yang masih tinggi.

DKI Jakarta memang tergabung dalam wilayah aglomerasi bersama daerah penyangganya, yakni Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau Jabodetabek. Penetapan level PPKM dari pemerintah pusat disatukan untuk satu wilayah aglomerasi.

"Kemarin level 4 itu karena mempertimbangkan banyak faktor, diantaranya daerah penyangga yang masih belum turun," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/8/2021).

Kasus harian Covid-19 di Jakarta memang sempat meroket hingga belasa ribu kasus pada bulan Juni. Pertengahan Juli angka penularannya mulai menunjukan penurunan. Namun PPKM di Jakarta masih terus diperpanjang di level 4, hingga akhirnya pada 23-30 Agustus PPKM Jabodetabek diturunkan ke level 3.

Baca Juga:PPKM di Tiga Daerah Riau Turun Level, Begini Penjelasan Syamsuar

"Jakarta diputuskan oleh pemerintah pusat memasuki PPKM level 3, artinya kita bersyukur," ujarnya.

Dengan menjadi level 3, terdapat sejumlah pelonggaran yang boleh dilakukan. Misalnya menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah sebanyak 50 persen, penambahan kapasitas tempat ibadah, dan pusat perbelanjaan.

"Untuk itu kami minta semua masyarakat untuk tetap di rumah karena di rumah adalah tempat yang terbaik, laksanakanlah protokol kesehatan secara disiplin dan penuh tanggung jawab," tuturnya.

Sebelumnya, fraksi PSI DPRD DKI Jakarta meminta Gubernur Anies Baswedan memberikan penjelasan langsung soal pemborosan anggaran untuk membeli lahan makam Covid-19. Hal ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI tahun 2020.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Justin Adrian menjelaskan, temuan ini merupakan pengadaan pengadaan tanah makam Covid-19 yang dilakukan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta di Jalan Sarjana, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Proyek itu menggunakan APBD-Perubahan tahun 2020 sebesar Rp71,24 miliar.

Baca Juga:Alasan Jakarta Lama Terapkan PPKM Level 4, Wagub DKI: COVID-19 Daerah Penyangga Tinggi

Berdasarkan laporan BPK, pengadaan tersebut lebih mahal Rp 3,33 miliar. Adrian pun meminta Anies menjelaskan persoalan ini kepada publik karena APBD dalam keadaan defisit akibat pandemi Covid-19.

“Anggaran pengadaan tanah sudah dihapus karena APBD defisit akibat pandemi. Tapi kami heran mengapa tiba-tiba Pak Anies meminta anggaran Rp 219 miliar untuk pengadaan tanah makam Covid-19, sementara sebenarnya Pemprov masih memiliki banyak tanah," ujar Adrian dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).

"Sayangnya lagi, saat terjadi dugaan pemborosan anggaran Rp3,33 miliar pengadaan tanah makam Covid-19 tersebut, beliau malah seolah lari dari tanggung jawab,” terangnya.

Total anggaran pengadaan tanah makam Covid-19 adalah Rp219 miliar dan realisasinya sebesar Rp186,24 miliar yang digunakan untuk membeli tanah makam di lima lokasi. Salah satunya ada di Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, dengan luas 1,43 hektar yang terdiri dari 6 bidang.

Harga satuan untuk 4 bidang tanah sebesar Rp5,2 juta per meter persegi dan 2 bidang lainnya Rp4,75 juta per meter persegi.

BPK menemukan 4 kejanggalan pengadaan tanah ini. Kejanggalan pertama adalah lokasi tanah 50 meter dari Jalan Sarana. Kedua, tidak ada akses ke tanah makam, sehingga harus melalui jalan setapak di atas tanah milik warga.

Ketiga, tanah berada di cekungan, yaitu evelasi 3 meter di bawah Jalan Sarjana. Kejanggalan keempat, lokasi tanah berada di zonasi H.3 pemakaman yang tidak akan bisa dipakai untuk bangunan dan mendapatkan IMB. Namun perhitungan harga pasar menggunakan tanah pembanding dengan peruntukan zonasi R.9 rumah KDB rendah.

“Seharusnya harga tanah lebih rendah dibandingkan tanah di sekitarnya. Akan tetapi BPK menemukan bahwa Pemprov DKI tidak memperhitungkan 4 faktor tersebut sebagai komponen yang mengurangi harga dan tidak diperhatikan saat negosiasi harga dengan pemilik tanah,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini