Laporan itu, kata Tubagus, menyebutkan bahwa empat orang Laskar FPI menyerang dengan cara mencekik dan merebut senjata.
"Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM 50, mereka (Fikri, Ohorella, dan Almarhum Elwira) diserang oleh keempat anggota laskar tersebut diserang dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.
Atas tindakan itu, maka Fikri, Ohorella, dan almarhum Elwira mengambil langkah secara spontan. Kata Tubagus, anggotanya melakukan penembakan yang mengakibatkan empat orang anggota Laskar FPI tewas.
"Kemudian secara spontan, mereka mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut. Kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota Laskar dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," ujarnya.
Baca Juga:Kasus Unlawful Killing Laskar FPI, Henry Yoso Klaim Belum Ada Saksi Memberatkan Terdakwa
Lantas, JPU bertanya mengenai SOP penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Tubagus mengatakan, penggunaan senjata api merujuk pada sejumlah indikator.
"Yang mau saya tanyakan, apakah di kepolisian Bareskrim apakah ada SOP penggunaan senjata api?" tanya JPU.
"Digunakan ketika sudah membayakan diri dan masyarakat, maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa baik terhadap dirinya maupun orang lain," tutur Tubagus.
Tidak sampai di situ, dengan kembali merujuk pada SOP, JPU bertanya soal bagian tubuh mana yang harus disasar oleh anggota polisi dalam kondisi terdesak.
Dalam jawabannya, Tubagus menyebut jika dalam kondisi normal, anggota polisi peluru yang dilepaskan harus ditujukan untuk melumpuhkan.
Baca Juga:Sebut Senpi Briptu Fikri Dikuasai Laskar FPI, AKPB Handik: Dia Melawan Agar Tak Mati
"Digunakan senjata api jika sesuai SOP bagian tubuh seperti apa?" kata JPU.