SuaraJakarta.id - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Tangerang Selatan (KSPSI Tangsel) kecewa dengan kenaikan Upah Minimum Kota atau UMK 2022 yang hanya naik 1,17 persen, atau hanya Rp 50 ribu.
Hal itu jauh dari tuntutan KSPSI Tangsel yang meminta agar kenaikan UMK Tangsel 2022 sebesar 10 persen.
Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Banten, Adika Hazrumy mengatakan, pemerintah daerah harus berada di posisi netral antara pihak pengusaha dan pekerja. Keputusan yang dibuat, kata dia, sebagai upaya untuk menjaga iklim investasi.
"Kalau saya pemerintah harus ada di tengah. Tidak bisa berpihak ke pengusaha, tidak bisa berpihak penuh ke pekerja. Sekarang pemerintah itu bagaimana menjaga iklim investasi di Banten agar bisa kondusif. Kita jaga iklim investasi, kita juga jaga buruh, kita juga jaga pengusaha agar tidak kabur," katanya usai menghadiri acara Karang Taruna di Puspemkot Tangsel, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga:Daftar UMK 2022 Jawa Barat, Paling Besar Bukan Kota Bandung, Bekasi Tembus Rp 4,8 Juta
Andika menyebut, pihaknya menjaga iklim investasi agar tidak ada lagi perusahaan yang kabur karena keberatan dengan UMK yang terlalu tinggi. Pasalnya, hingga saat ini sudah banyak perusahaan di Banten yang angkat kaki lantaran tak sanggup membayar gaji pekerjanya karena permasalahan upah.
"Sudah banyak industri di Banten yang relokasi ke luar daerah karena upahnya mahal, alasannya karena pindah cabang tapi lama-lama akan pindah. Setelah pindah, otomatis angka pengangguran akan tinggi permasalahan juga kan?" ungkap Wagub Banten.
Menurutnya, jika saat ini tak ada pandemi COVID-19, bukan hal mustahil UMK Tangsel 2022 dapat naik 10 persen sesuai yang diminta serikat pekerja.
"Kalau misalnya kondisi tidak pandemi, bisa naik 10 persen. Sekarang kan ada perusahaan yang terdampak COVID dan tidak terdampak COVID harus dibedakan juga. Yang terdampak yang mau gulung tikar kan engap-engapan," ungkapnya.
"Yang tidak terdampak, kemarin kita adakan negosiasi untuk bisa membuka komunikasi negosiasi upah antara perusahan dan buruh. Tapi seluruhnya dari kemarin sudah kami rangkum dan catat serta sudah kami kirim ke Kemenaker atas kondisi yang ada pada saat ini yang tidak istilahnya memiliki keadilan bagi buruh. Jadi aspirasinya sudah kami tampung, sudah berkirim surat. Apalagi wilayah-wilayah yang nggak naik UMK-nya," sambung Andika.
Baca Juga:Daftar UMK 2022 Jawa Timur: Paling Kecil Sampang, Terbesar di Surabaya
Andika mengaku, saat ini pihaknya juga masih menunggu arahan dan putusan dari Kementerian Ketenagakerjaan soal putusan final UMK 2022. Pasalnya, pihaknya juga harus berhati-hati lantaran ada sanksi jika tidak sesuai dengan aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Kita ada PP 36 tahun 2021 kan, jadi kita berkirim surat ke Kemenaker untuk menampung seluruh aspirasi dari buruh. Baik terkait tadi sisi kenaikan yang tidak adil bagi buruh, nah bagaimana gitu kami pemerintah Provinsi Banten. Karena di PP 36 itu kan ada sanksi pidana, PTUN dan lain-lain kan. Pemerintah daerah juga harus berhati-hati," beber Wagub Banten.
"Intinya aspirasi mereka sudah kami sampaikan ke Kemenaker, tinggal nanti pemerintah pusat bagaimana memberi diskresi kepada kami pemerintah daerah membuka kembali negosiasi. Kita nunggu hasil surat,” tuturnya.
Menanggapi soal ancaman serikat pekerja yang bakal menggelar mogok kerja massal, Andika hanya mengatakan, keputusan yang dibuatnya mengacu undang-undang.
"Yang akomodir kan siapa, kan undang-undang, peraturan, bukan kita pemerintah. Kalau kita pemerintah daerah, Apindo pengusaha yang setuju, buruhnya setuju mau 200 persen juga saya tanda tangan," tandasnya.
Kecewa Kenaikan UMK 2022
Sebelumnya, KSPSI Kota Tangsel menyatakan kenaikan tersebut tak sesuai yang diharapkan. Sebab, kenaikan UMK Tangsel 2022 mengacu pada PP 36/2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Sekretaris KSPSI Tangsel Vanny Sompie mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur Banten Wahidin Halim soal UMK 2022 itu.
Menurutnya, Pemprov Banten mengabaikan usulan dari pihaknya soal jumlah kenaikan upah dan penolakan formula PP 36/2021 yang menjadi acuan kenaikan UMK 2022.
"Penetapan UMK oleh Gubernur tersebut berdasarkan formula PP 36/2021. Artinya Gubernur tidak mengakomodir usulan serikat pekerja/serikat buruh melalui Dewan Pengupahan dan rekomendasi pak Wali Kota Tangsel," kata Vanny, Rabu (1/12/2021).
Vanny juga menganggap Pemprov Banten mengabaikan kesejahteraan pekerja dan buruh.
"Kami sangat-sangat menyayangkan pihak pemerintah mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan pekerja atau buruh. Kami nilai bahwa Gubernur berada dalam tekanan pemerintah pusat," ungkapnya.
"Gubernur selaku pimpinan pemerintahan daerah yang sesungguhnya berkepentingan langsung dengan buruh di daerahnya sendiri, sama sekali tidak berani lakukan diskresi sebagai terobosan untuk menetapkan UMK di luar ketentuan PP 36/2021 yang kami anggap memang sangat tidak patut diberlakukan," sambung Vanny.
Mogok Kerja
Vanny menambahakan, pihaknya berencana melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan kenaikan UMK Tangsel 2022 hanya Rp 50 ribu.
"Kami dari serikat pekerja sedang lakukan koordinasi dan konsolidasi bersama kawan-kawan lain untuk melakukan aksi perlawanan terhadap keputusan UMK 2022 ini. Kemungkinan besar kami akan lakukan mogok besar-besaran atau mogok kerja secara massal. Hal ini sedang kami koordinasikan," tandasnya.
Diketahui, Wahidin telah menetapkan besaran UMK 2022. Tangsel termasuk yang mengalami kenaikan sebesar 1,17 persen atau naik Rp 50 ribu. Sebelumnya UMK Tangsel sebesar Rp 4.230.792,65 kini naik menjadi Rp 4.280.214,51.
Kenaikan UMK Tangsel merupakan tertinggi tak hanya di Tangerang Raya, tapi juga di Provinsi Banten. Bahkan, Kota Tangerang hanya naik 0,56 persen dan Kabupaten Tangerang tak ada kenaikan sepeser pun.
Kontributor : Wivy Hikmatullah