SuaraJakarta.id - Bagi warga Kota Tangerang maupun Jakarta, tentunya sudah familiar bila mendengar kata Cina Benteng. Istilah itu ditujukan kepada masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Tangerang, yang dahulu bernama "Benteng".
Saat itu, terdapat sebuah benteng Belanda di Kota Tangerang yang berada di pinggiran Sungai Cisadane. Benteng itu difungsikan sebagai pos pengamanan untuk mencegah serangan dari Kesultanan Banten.
Masyarakat Cina Benteng telah beberapa generasi tinggal di wilayah Tangerang yang kini berkembang menjadi tiga kota/kabupaten, yakni Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Banyak versi terkait sejarah Cina Benteng. Sejarawan Budaya China, Oey Tjjin Eng menjelaskan, zaman dahulu masyarakat Tionghoa pertama kali mendarat di Tangerang pada tahun 1407 yang dipimpin Tjen Tjie Lung atau Halung.
Baca Juga:Bersiap Hadapi Gelombang Ketiga Covid-19, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar: Semua RS Siaga
Ketika itu rombongan tersebut terdampar di muara Sungai Cisadane atau yang kini dikenal dengan kawasan Teluk Naga.
"Kita tarik kebelakang dulu. Jadi awalnya orang Tionghoa di Teluk Naga, tahun 1407 terdampar di bawah pimpinan Lung atau Halung," kata Oey saat ditemui di rumahnya di Kota Tangerang.
Oey melanjutkan, saat itu dalam rombongan itu ada sembilan gadis cantik. Kemudian gadis-gadis itu dipersunting oleh militer dari Kerajaan Pajajaran.
"Lelaki Tionghoa menikah dengan penduduk setempat. Hasil dari pernikahan itu disebut peranakan Tionghoa," tuturnya.
Selanjutnya pada tahun 1683, beridiri lah sebuah benteng Belanda di Robinson, Sukarasa, Kota Tangerang. Benteng serangan dibangun untuk menahan serangan dari Kesultanan Banten.
Baca Juga:Sejarah Singkat Asal Muasal Sebutan Cina Benteng di Kota Tangerang
Di sekitaran benteng itu banyak orang Tionghoa yang bertempat tinggal di lokasi tersebut. Orang-orang Tionghoa yang tinggal di sekitar lokasi benteng itu kemudian mendapat sebutan Cina Benteng.
"Pada tahun 1683, ada benteng dari belakang Robinson sampai ke Masjid Agung, itu benteng Belanda. Karena yang buat orang Makassar, makanya dinamain Benteng Makassar. Nah di sekitaran benteng itu banyak orang Tionghoa, nah di situ disebutnya Cina Benteng," ungkapnya.
![Sejarawan Budaya China, Oey Tjin Eng, saat ditemui di kediamannya di Kota Tangerang, Senin (31/1/2022). [Suara.com/Muhammad Jehan Nurhakim]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/02/01/76220-sejarawan-budaya-china-oey-tjin-eng.jpg)
Tragedi Pembantaian Etnis Tionghoa
Oey melanjutkan, sekitar tahun 1740 terjadi pembantaian etnis Tionghoa di Jakarta oleh penjajah kolonial Belanda. Kondisi itu membuat warga etnis Tionghoa menyelamatkan diri ke berbagai wilayah.
"Mereka melarikan diri ke Pondok Pinang, Pondok Cabe, dan Pondok Aren. Mereka melarikan diri, takut dibantai," tuturnya.
Namun, ada beberapa yang masih bertahan untuk melawan Belanda. Di bawah pimpinan Kapiten Sepanjang, warga Tionghoa bersekutu dengan orang Jawa melawan tentara Belanda.
- 1
- 2