Pelaku Penculikan 10 Anak di Jabodetabek Dibekuk, Ketua DPR: Dapat Dijerat 2 UU

Hukuman bagi pelaku juga bisa lebih berat, mulai dari kurungan penjara sampai kebiri kimia.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 14 Mei 2022 | 17:01 WIB
Pelaku Penculikan 10 Anak di Jabodetabek Dibekuk, Ketua DPR: Dapat Dijerat 2 UU
Ketua DPR RI Puan Maharani saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (Suara.com/Novian)

SuaraJakarta.id - Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pelaku penculikan 10 anak di Jabodetabek dapat dijerat dua undang-undang, yaitu UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Pelaku dapat dijerat dengan dua undang-undang sekaligus, yaitu UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Puan dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/5/2022).

Hal senada juga disampaikan Staf Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Erlinda.

"Apabila diduga nanti pada saat penyidikan sudah tahapan P21 (dinyatakan lengkap) ternyata ada tindak pidana kekerasan seksual, maka itu bisa dijerat UU TPKS dan diintegrasikan dengan UU yang sudah ada, yaitu UU Perlindungan anak dengan sistem peradilan anak," kata Erlinda.

Baca Juga:4 Fakta Kasus Penculikan Anak di Jabodetabek, Pelaku Mantan Napi Mengaku Polisi

Hukuman bagi pelaku juga bisa lebih berat, katanya, mulai dari kurungan penjara sampai kebiri kimia. Dia menjelaskan UU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti rugi kepada korban.

"Pihak kepolisian dengan sendirinya otomatis harus ada dalam penyidikan. Dia memasukkan hak restitusi bagi korban ini sehingga terduga pelaku harus memberikan restitusi itu seperti yang diatur dalam UU TPKS," jelasnya.

Saat ini, dia mengatakan, Kantor Staf Kepresidenan terus berkoordinasi dengan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPAI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kepolisian RI (Polri) untuk mengetahui perkembangan kasus penculikan tersebut.

KSP juga mendorong pemerintah daerah untuk membangun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Dorongan itu muncul karena kini, dari 500 lebih kabupaten di seluruh Indonesia, hanya separuh yang memiliki UPTD PPA, padahal unit itu dapat menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak.

"UPTD PPA berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan masalah lain, termasuk kekerasan seksual," ujar Erlinda.

Baca Juga:Temui Bocah Tangsel Korban Penculikan Eks Napi Teroris, Kasubag Psikologi Mabes Polri: Komunikasi Lancar

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak