SuaraJakarta.id - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta angkat bicara terkait laporan lembaga data kualitas udara, IQ Air, yang menyebutkan kualitas udara Jakarta terburuk di dunia hari ini, Rabu (15/6/2022).
DLH DKI Jakarta menyebutkan suhu udara yang rendah dan tingkat kelembaban tinggi menyebabkan akumulasi polutan sehingga memicu polusi udara di Ibu Kota pada Rabu.
"Akibatnya polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer," kata Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ikhwan.
Kondisi itu menyebabkan kualitas udara Jakarta dari pagi hingga siang hari membentuk kabut. Apalagi cuaca Jakarta sedang mendung.
Baca Juga:Kualitas Udara di Jakarta Buruk, DLH DKI Ungkap Penyebabnya
Ia menjelaskan, faktor penyebab tersebut diketahui setelah melalui pengamatan sejak Rabu dini hari di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pada 15 Juni 2022.
Namun, dia tidak membeberkan tingkat suhu udara dan kelembaban yang tinggi itu.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat rata-rata suhu udara di Jakarta berada pada rentang minimum 23 derajat hingga 32 derajat Celsius. Sedangkan tingkat kelembaban udara di kisaran 65 hingga 95 persen.
Sebelumnya, Lembaga data kualitas udara, IQ Air menempatkan Jakarta pada posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara tidak sehat atau yang terburuk pada Rabu ini.
IQ Air mencatat indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 188 atau masuk kategori tidak sehat pada pukul 11.00 WIB.
Baca Juga:Jakarta Peringkat Nomer Satu Kota Dengan Kualitas Udara Paling Buruk di Dunia
Adapun kategori kualitas udara tidak sehat berada pada rentang indeks 151 hingga 200 berdasarkan IQ Air.
Sedangkan konsentrasi polutan Partikulat Matter (PM)2,5 tercatat mencapai 25,4 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga membuat kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat.
Dengan kualitas udara itu, IQ Air hingga pukul 12.00 WIB menempatkan Jakarta di posisi pertama kemudian disusul Dubai di Uni Emirat Arab dengan indeks mencapai 160 dan di posisi ketiga diisi oleh Kota Santiago di Chile mencapai indeks 158.
Kualitas udara tidak sehat di Jakarta bukan yang pertama kali.
IQ Air mencatat data kualitas udara Jakarta pada 2017 mengalami peningkatan dengan rata-rata mencapai 29,7 mikrogram per meter kubik.
Kemudian pada 2018 berlipat ganda menjadi rata-rata 45,3 mikrogram per meter kubik dan pada 2019 kembali naik menjadi 49,4 mikrogram per meter kubik.
Kualitas udara di Jakarta rata-rata pada 2020 kemudian menurun menjadi 39,6 mikrogram per meter kubik seiring pembatasan kegiatan masyarakat karena pandemi Covid-19. [Antara]