Terlambat Jadwalkan Pembahasan APBD-P 2022, DPRD DKI Sengaja Tunggu Anies Lengser?

"Apa namanya, ya yang jelas bahwa kalau memang ini mundur, berarti kan enggak sesuai dengan jadwal ya. Yang penting bagaimana ke depan jangan sampai seperti itu," ujar Yani.

Erick Tanjung | Fakhri Fuadi Muflih
Jum'at, 21 Oktober 2022 | 16:31 WIB
Terlambat Jadwalkan Pembahasan APBD-P 2022, DPRD DKI Sengaja Tunggu Anies Lengser?
DPRD DKI Jakarta menggelar Rapat Pimpinan Gabungan atau Rapimgab bersama eksekutif di ruang paripurna DPRD DKI membahas APBDP 2022, Kamis (20/10). [Suara.com/Fakhri]

"Fungsi penganggarannya kan enggak ada, kan hanya mendengarkan saran, kan yang berubah hanya darurat atau mendesak saja. Poin-poin perubahannya kan ada di situ, enggak ada yang lain," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, terlambatnya pembahasan APBD-P DKI Jakarta tahun 2022 oleh DPRD DKI memberikan dampak besar. Pemprov dan DPRD DKI tak bisa melakukan perubahan program dalam APBD 2022 itu kecuali yang bersifat darurat dan mendesak.

Diketahui, berdasarkan pasal 317 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengambilan keputusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), perubahan APBD dilakukan paling lambat tiga bulan sebelum berakhir tahun anggaran. Artinya batas waktu yang diberikan adalah 29 September 2022.

Sementara, DPRD DKI Jakarta baru menggelar Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab) bersama eksekutif yang beragendakan membahas dan sinkronisasi Rancangan Perubahan/Pergeseran APBD-P tahun 2022 pada Kamis (20/10/2022).

Baca Juga:Gaduh Pembahasan APBD-P 2022 Telat, Pimpinan DPRD DKI: Ya Sudahlah

Karena terlambat, maka pengesahan APBD-P DKI tahun 2022 hanya bisa dilakukan lewat Peraturan Kepala Daerah/Perkada yang dalam hal ini disahkan lewat Peraturan Gubernur (Pergub), bukan Peraturan Daerah (Perda).

Karena disahkan lewat Pergub, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka program yang boleh dimasukan dalam APBDP 2022 hanya yang bersifat darurat dan mendesak.

Misalnya, seperti belanja untuk kebutuhan penanganan bencana alam, perbaikan sarana yang rusak dan mengganggu pelayanan publik, operasi pencarian orang, pelayanan dasar masyarakat, belanja daerah yang bersifat mengikat, dan pengeluaran lain yang bersifat mendesak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini