Cari Duit Lagi Susah, Driver Tidak Setuju Wacana Pemprov DKI Pungut Pajak ke Ojol

"Kami dapat duit senin kamis, gali lobang tutup lobang. Lah kok malah dibebanin lagi."

Dwi Bowo Raharjo | Fakhri Fuadi Muflih
Senin, 23 Oktober 2023 | 20:54 WIB
Cari Duit Lagi Susah, Driver Tidak Setuju Wacana Pemprov DKI Pungut Pajak ke Ojol
Ojek online bakal dikenakan pajak. [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJakarta.id - Sejumlah pengendara alias driver ojek online (ojol) menentang rencana Pemprov DKI Jajarta mengenakan pajak tambahan untuk transaksi ojol. Dikhawatirkan, kebijakan ini malah akan membebankan para driver nantinya.

Seorang driver dari aplikasi Grab, Rahmani (48) dengan lantang menyatakan tidak setuju dengan wacana itu. Ia mengaku khawatir akan adanya tambahan biaya bagi para driver.

"Saya pribadi tidak setuju. Karena kita saja udah kena potongan dari aplikasi udah gede 20 persen. Sudah berat bebannya," ujar Rahmani saat ditemui Suara.com di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Rahmani menilai seharusnya pajak dikenakan pada pihak perusahaan, bukan driver.

Baca Juga:Pajak Ojol dan Toko Online DKI Jakarta Segera Diterapkan, Begini Kata Pemprov

Meski demikian, ia juga khawatir jika perusahaan aplikasi yang kena maka potongan untuk driver malah akan ditambah.

"Seharusnya yang kena pajak perusahaan lah bukan kita. Misalnya saya di Grab nih, ya Grab saja (yang kena pajak). Kalau nanti perorangan berarti nggak bener nih. Sudah cari duit namanya," jelasnya.

Sementara, driver Maxim bernama Amar (29) juga tak terima dikenakan pajak tambahan dari Pemprov DKI. Ia merasa dengan kondisi sekarang kerap kali pendapatannya tak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Meskipun, alasan Pemprov DKI demi mengejar target pendapatan daerah, ia tetap menolaknya.

"Tetap saya nolak. Apalagi dengan kondisi sekarang. Kami cari duit saja susah. Kami dapat duit senin kamis, gali lobang tutup lobang. Lah kok malah dibebanin lagi," ucapnya.

Baca Juga:Perempuan Ini Ditinggal Driver Ojol di Lampu Merah, Bikin Iba dan Ketawa

Di tempat lain, driver Grab, Alit (39) menegaskan hubungan antara driver dengan perusahaan adalah mitra, bukan karyawan.

"Apalagi kita bukan karyawan, kita mitra. Kalau karyawan beda lagi, kan dia kena pajak dari perusahaan," jelasnya.

Dengan status ini, maka perusahaan aplikasi tidak banyak terlibat dalam operasional driver. Karena itu, ia tak terima jika pengemudi dikenakan pajak.

"Kita saja kalau ada suku cadang rusak apa segala macam kita yang nanggung, bukan PT (perusahaan) ya. Nyari duit susah," pungkasnya.

Rencana Pemprov DKI

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana mengenakan pajak pada transaksi digital pada jasa ojek online (ojol) dan online shop. Namun, kebijakan ini masih belum disetujui pemerintah pusat.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati. Menurutnya, salah satu kendala kebijakan ini adalah kemungkinan terjadinya pemungutan pajak ganda.

Sebab, selama ini layanan perdagangan elektronik (e-commerece) telah dikenakan pajak oleh pemerintah pusat lewat pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN). Karena itu, perlu ada kajian matang antara Pemprov DKI dengan pemerintah pusat.

Ojek online mengantar barang di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ojek online mengantar barang di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

"Digitalisasi membawa tantangan baru terutama dalam hal pemisahan pengenaan pajak pusat dan daerah. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari pengenaan pajak ganda," ujar Lusiana dalam keterangannya, Senin (23/10/2023).

Lebih lanjut, pihaknya berencana mengundang operator jasa aplikasi. Pemprov juga ingin berkoordinasi dengan pemerintah pusat meski belum ditanggapi.

"Badan Pendapatan Daerah telah menghubungi Dirjen Pajak Kementrian Keuangan untuk berkoordinasi lebih lanjut terkait hal ini, namun belum ada realisasi kelanjutannya. Untuk saat ini, Pemprov DKI Jakarta masih menunggu regulasi sebelum dapat melangkah lebih lanjut," ucap Lusiana.

Dalam kesempatan itu, Lusiana menjelaskan alasan Pemprov DKI ingin memungut pajak ojol dan online shop. Menurut dia, perkembangan digital memberikan alternatif instrumen ekstensifikasi pajak pada transaksi e-commerce.

"Di banyak negara, ini merupakan sumber potensial pajak yang cukup signifikan. Perubahan (digitalisasi) ini menciptakan peluang dan tantangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam peningkatan potensi penerimaan pajak," pungkas Lusiana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini