Kasus Dokter Hafidz menjadi tamparan keras sekaligus cermin bagi masyarakat dan negara. Bagaimana seorang intelektual dengan potensi besar bisa "hilang" dari sistem karena guncangan jiwa yang hebat?
Kisahnya secara tidak langsung mempertanyakan ketersediaan dan aksesibilitas jaring pengaman sosial dan psikologis bagi warga negara yang mengalami krisis serupa.
Kini, harapan publik tertumpu pada kemungkinan adanya uluran tangan yang tak hanya memberinya tempat tinggal layak, tetapi juga pemulihan psikologis agar ia dapat kembali menemukan percik semangat hidupnya.
Kisah Dokter Hafidz adalah pengingat getir bahwa di balik setiap sosok yang tersisih, mungkin tersimpan luka batin yang tak terucap dan menunggu untuk didengar.
Baca Juga:Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Meningkat di Tahun 2025, Ini Hasil Perhitungan BPS
Kontributor : Dinar Oktarini