Dibutakan amarah, ia menyewa dua pembunuh bayaran, Piun dan Sura, untuk menghabisi nyawa Sutejo.
Kejahatan ini menjadi tiket satu arah menuju tiang gantungan. Berkat laporan rivalnya dan kesaksian Mas Ajeng Gunjing sendiri, Oey Tambah Sia diseret ke pengadilan Landraad.
Semua hartanya tak mampu menyogok hukum kolonial. Permohonan grasi ditolak, dan vonis mati dijatuhkan.
Pada usia 31 tahun, Oey Tambah Sia dieksekusi gantung di halaman Stadhuis (kini Museum Fatahillah) pada 1856.
Baca Juga:60 Orang Jadi Tersangka Serangan Polres Jakut: Ajakan di Medsos Jadi Biang Kerok
Kisahnya menjadi blaupause abadi bahwa flexing, kesombongan, dan penyalahgunaan kekuasaan adalah kombinasi mematikan.
Jika dulu tiang gantungan fisik menjadi akhir yang memalukan, kini 'tiang gantungan' digital dan hukum modern siap menanti mereka yang merasa tak tersentuh hanya karena bergelimang harta.