Scroll untuk membaca artikel
M. Reza Sulaiman
Kamis, 24 September 2020 | 05:00 WIB
Ilustrasi pedagang. [Suara.com/Arief Hermawan P]

SuaraJakarta.id - Aturan pembatasan jam operasional malam di Kabupaten Tangerang belum berjalan secara efektif. Sebab, masih banyak beroperasi tempat makan yang berjualan di atas jam 20.00 WIB.

Pantauan SuaraJakarta.id, pukul 21.00 WIB, di Bunderan Desa Bugel, Kecamatan Tigaraksa. Kafe, restoran, rumah makan hingga pedagang makanan lesehan tetap buka.

Padahal, lokasi itu hanya berjarak sekitar 500 meter dari pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang dan dekat dengan kantor Bupati Tangerang dan DPRD.

Salah seorang pedagang lesehan di lokasi itu, Fatimah, mengakui dirinya berdagang hingga malam karena masih adanya pembeli.

Baca Juga: Penghasilan Nyungsep, Kisah Pengusaha Panti Pijat Di Tengah Wabah Covid-19

"Di sini masih ramai terus sampai jam 11 malam. Saya dagang lemper dan lontong saja masih laku. Mungkin karena dekat dengan pusat keramaian," ucapnya kepada SuaraJakarta.id, Rabu (23/9/2020).

Saat ditanya tentang aturan pembatasan jam operasional malam, Fatima menuturkan, belum mengetahui secara jelas. Dia hanya mendengar kabar burung saja.

"Saya cuma dengar sepintas saja kata orang, tapi ada juga yang enggak tahu soal aturan jam malam. Jadi saya dagang saja mumpung ada pembelinya," sebutnya.

"Di sini juga ada restoran dan kafe tuh yang masih buka sampai jam 12 malam dari kemarin. Kalau saya mah jam 11 juga sudah pulang," lanjutnya.

Fatimah merasa keberatan dengan adanya aturan tersebut. Sebab, jika harus tutup dagangan pukul 20.00 WIB tidak mendapat keuntungan.

Baca Juga: Temukan Kejanggalan soal Kaburnya Napi Asal China, Desmond: Aneh bin Ajaib

"Saya dagang mulai dari sore hari karena memang mulai ramainya di sini sampai malam. Kalau harus tutup jam 8 malam sama saja enggak dapat untung," tuturnya.

Kendati sadar saat ini masih dalam masa Pembatasan Sosial Bersakal Besar (PSBB), Fatimah menyebut harusnya pemerintah memberikan kompensasi.

"Orang seperti saya ini cari uangnya dari mana kalau tidak berdagang. Kalau disuruh dirumah saja harusnya ada bantuan kek," paparnya.

"Saya beras saja masih kudu (harus) beli. Ada bantuan di wilayah saya malah anak muda yang dapat. Saya yang sudah usia 58 tahun enggak dapat," sebut warga Kecamatan Tigaraksa itu.

Bukan hanya Fatimah, di lokasi yang sama, seorang pegawai rumah makan Pecel Lele, Suyatno belum mendengar adanya pembatasan jam operasional malam.

Dia mengaku, warungnya selalu tutup hingga jam 12 malam karena masih banyak pembeli yang mencari dagangannya.

"Saya baru tahu kalau ada aturan jam malam di Kabupaten Tangerang. Dari kemarin-kemarin saya nutup warung makan sampai jam 12 saja karena masih ramai di sini," sebutnya.

Menurut Suyatno, aturan jam operasional untuk tempat usaha makanan akan berdampak pada penurunan pendapatan.

"Gimana yah, warung makanan itu ramainya jam-jam malam. Kalau jam 8 malam sudah harus tutup, pendapatan pasti berkurang," imbuhnya.

Suyatno juga mengaku, masa pandemi Covid-19 selama ini sudah mengurangi pendapatannya. Rata-rata pendapatan bapak dua anak ini Rp 1 - 2 juta setiap bulan.

"Setiap bulan selama pandemi ini paling kecil yang saya pegang Rp 1 juta-an. Itu pendapatan bersih, tapi buat kebutuhan sulit," paparnya.

"Jadi kalau sekarang dibatasi jam malam bisa saja lebih banyak berkurang pendapatannya," lirihnya.

Tak jauh dari lokasi itu, restoran besar bernama Zizoba juga masih beroperasi. Restoran ini menjajakan makanan hingga kopi.

Restoran ini berlokasi di Taman Adiyasa, Kecamatan Tigaraksa lebih dekat dengan kantor Bupati dan DPRD. Hingga pukul 22.00 WIB, pembelinya masih terlihat ramai.

Pembelinya mulai dari yang berkendara roda dua hingga beroda empat. Mayoritas mereka yang membeli adalah remaja.

Diketahui, Pemerintah telah membuat kebijakan batas jam operasional terhadap restoran maupun kafe untuk tutup pukul 20.00 WIB.

Kebijakan tersebut juga ditegaskan melalui Bupati Tangerang yang menerbitkan surat edaran Bernomor 443.2/2791-KSD/2020 per tanggal 17 September 2020.

Sekretaris Daerah (Sekda) Moch Maesyal Rasyid enggan merespons saat SuaraJakarta.id mencoba menghubungi terkait masih adanya kafe hingga restoran melanggar PSBB.

Padahal, siang tadi, Maesyal mengatakan, pihaknya tidak segan dalam memberi sanksi tegas mencabut izin usaha jika masih ada yang melanggar.

"Ya sampai kesitu (cabut izin usaha) kalau mereka membandel. Jadi siap enggak siap mereka harus siap," ucap Maesyal kepada SuaraJakarta.id usai Rapat Paripurna DPRD Dalam Rangka Jawaban Bupati Terhadap Pemandangan Umum Fraksi, Rabu (23/9/2020).

Menurut Maesyal, kebijakan pembatasan jam operasional sudab dipertimbangkan dengan matang oleh pemerintah dalam mengurangi tingkat penyebaran Covid-19.

Karena itu, dia meminta, kebijakan itu wajib dipatuhi selama masih dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Upaya ini kan upaya pencegahan dengan mengurangi tingkat penularan harus ada pengetatan dan kepatuhan terhadap PSBB," ungkapnya.

Kontributor : Ridsha Vimanda Nasution

Load More