SuaraJakarta.id - Sebelum ditumbuhi properti pengembang, wilayah Serpong dipenuhi dengan kawasan hijau perkebunan. Bahkan terdapat perkebunan karet milik negara.
Di antara perkebunan itu, terdapat sebuah air terjun yang cukup populer di masanya. Bahkan, didatangi masyarakat dari luar Serpong seperti dari daerah, Bogor, Jakarta dan lainnya.
Air terjun tersebut dikenal dengan nama Curug Pelayangan. Lokasinya berada di Kampung Cikareo, Kelurahan Serpong.
Curug Pelayangan memiliki tinggi sekira 10 meter dan lebar 5 meter. Curug tersebut seolah jadi primadona pariwisita alam di Serpong yang saat itu masih bagian dari Kabupaten Tangerang.
Baca Juga: Kasus Bayi Dijadikan Manusia Silver di Tangsel, Kapolres: Reskrim Lagi Selidiki
Kini, Curug Pelayangan hanya tinggal kenangan lantaran terdampak pengembangan perumahan di wilayah setempat.
SuaraJakarta.id bersama komunitas Wajah Serpong Tempo Doelo (WSTD) menelusuri sisa-sisa keberadaan curug tersebut.
Pendiri WSTD Mang Iging dan Apang Asmara menceritakan sejarah dan cerita soal Curug Pelayangan. Apang bercerita, ada banyak versi soal sejarah penamaan curug itu.
Namun sejarah yang dia yakini bahwa kata Pelayangan diambil dari air curug yang melayang dari dataran tinggi ke rendah.
Menurutnya, curug tersebut terbentuk secara alami dan sudah ada sejak dahulu. Diyakini, aliran air curug tersebut berasal dari Kali Jaletreng yang merupakan belahan dari Sungai Cisadane.
Baca Juga: Dinkes Kota Tangerang: 25 Pelajar, 1 Guru dan 1 Pegawai TU Positif COVID-19
"Pelayangan itu sebetulnya air yang melayang dari dataran tinggi ke rendah. Asal-usul dari Curug Pelayangan berada secara ilmiah, airnya merupakan aliran dari Kali Jaletreng yang diketahui sodetan dari Cisadane karena jenis ikannya sama," kata Apang.
Mitos Curug Pelayangan
Apang menuturkan, ada cerita kelam dibalik keindahan Curug Pelayangan. Pada zaman kolonial Belanda dulu, air terjun tersebut menelan banyak korban jiwa.
Tragedi itu pun ternyata disengaja. Saat itu, kata Apang, ada sebuah pesta rakyat diadakan di sekitar curug yang diadakan oleh penjajah Belanda.
Peristiwa kelam itu terjadi sekira 1932. Bahkan, kisah itu jadi salah satu versi dijadikan alasan penamaan Curug Pelayangan karena banyak masyarakat yang tersapu derasnya air yang terbendung.
"Saat itu memang sengaja diadakan pesta rakyat. Ternyata, aliran air curugnya sudah dibendung di atas. Ketika acara dimulai ada tari jaipong dan lainnya, bendungannya dibuka, derasnya air menyapu orang yang ada di bawahnya," beber Apang.
Tragedi kelam itu kemudian memunculkan berbagai mitos di masyarakat. Mereka ada yang percaya bahwa warga yang jadi korban air curug itu dijadikan tumbal untuk pembangunan perusahaan pengolahan karet dan pembukaan jalur rel kereta.
"Orang yang meninggal itu karena Belanda dulu melakukan ritual. Kalau ibarat untuk memperkuat bangunan ada tumbal, karena tahun itu berbarengan pendirian pengolahan karet, hampir berbarengan juga dengan penggarapan rel kereta Rawa Buntu-Galumpit," paparnya.
Selain itu, Curug Pelayangan tersebut juga dikenal dengan nama kali mati. Kata itu diambil dari bentuk aliran air yang seolah terpotong dan terjun ke bawah.
Tetapi apapun cerita dibalik itu, Curug Pelayangan sempat jadi primadona wisata alam di Serpong, Kota Tangerang Selatan. Bahkan, keindahan alamnya memikat para wisatawan lokal dari luar Tangsel.
"Jadi obyek wisata lokal, tapi banyak dari Jakarta ke sini, karena memang tempatnya masih sejuk, rindang dan lokasinya bisa dijangkau dekat Stasiun Serpong. Bahkan gambar curug ini banyak dijadikan sebagai gambar cover kalender," kata Apang mengenang.
Tinggal Kenangan
Sayangnya, Curug Pelayangan yang sempat jadi primadona wisata alam di Serpong itu kini hanya tinggal kenangan. Curug tersebut saat ini hanya menjadi aliran kali biasa. Tingginya hanya tinggal beberapa meter saja.
Bahkan, kawasan tersebut tak lagi jadi tempat aktivitas warga kampung. Pasalnya, bekas curug itu sudah masuk di kawasan perumahan elite di Serpong.
Warga pun tak bisa sembarang masuk dari pintu akses utama, tetapi ada pintu khusus di belakang kawasan tersebut.
Pintu tersebut hanya berukuran sekira 1,5 meter, dipasang di antara dinding tembok sekira 3 meter. Pintu tersebut berada di dekat jalan warga yang dulu jadi akses utama ke curug. Tetapi, akses jalan itu kini buntu.
Kontributor : Wivy Hikmatullah
Berita Terkait
-
Buntut Kisruh Apdesi Vs Said Didu, Mendes Yandri Soesanto Ingatkan Kades Tak Cawe-cawe Pembebasan Lahan
-
Sadis! Bocah 10 Tahun Disetrum, Dicekoki Miras dan Dibanting di Pabrik Padi, 3 Tersangka Diringkus!
-
Dituduh Mencuri, Bocah 10 Tahun di Tangerang Disetrum hingga Disiram Air Miras
-
Said Didu Tolak Mediasi dengan Apdesi: Apanya yang Dimediasi
-
Dari Nabi Musa Hingga Zaman Modern: Misteri dan Fakta di Balik Manusia-Manusia Raksasa
Terpopuler
- Mees Hilgers Didesak Tinggalkan Timnas Indonesia, Pundit Belanda: Ini Soal...
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Miliano Jonathans Akui Tak Prioritaskan Timnas Indonesia: Saya Sudah Bilang...
- Denny Sumargo Akui Kasihani Paula Verhoeven: Saya Bersedia Mengundang..
- Elkan Baggott Kembali Tak Bisa Penuhi Panggilan Shin Tae-yong ke TC Timnas Indonesia
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
Apakah Samsung S23 FE Memiliki Zoom 100x? Ini Dia Penjelasan Lengkap dengan Keunggulan Kamera yang Dimilikinya
-
HUT KORPRI, ASN Diharapkan Lebih Adaptif dengan Perkembangan Teknologi
-
Mas Dhito Dukung Penyandang Tuna Netra Wujudkan Mimpi ke Perguruan Tinggi
-
Eks Pendukung Deny-Mudawamah Putar Haluan ke Dhito-Dewi
-
Perkuat Perda-Perkada, Pemkab Kediri Tingkatkan Kompetensi ASN lewat Diklat Legal Drafting